Bappenas Dorong Kembangkan Padi Hibrida Atasi Produktivitas Pertanian

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendorong pengembangan padi hibrida untuk mengatasi tantangan produktivitas pertanian dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

Tenaga Ahli Kementerian PPN/Bappenas Frans BM Dabukke mengungkapkan, pengembangan padi hibrida sudah mulai dirintis melalui studi ke China, tetapi pertumbuhannya masih lambat di tingkat petani.

“Saya ingat waktu tahun 2003, pertama sekali keinginan untuk mengembangkan padi hibrida. Dari kami kunjungi ke Tiongkok, sumbernya gitu, tapi memang sampai sekarang pertumbuhannya masih agak lambat, tapi ada potensi untuk itu,” katanya saat menghadiri Festival Panen Raya Komunitas 10 Ton yang digelar Syngenta Indonesia, di Subang, Jawa Barat.

Menurut Frans, tantangan terbesar dalam padi hibrida adalah keberlanjutan minat petani untuk memproduksi, menanam dan memanen secara konsisten dengan kualitas yang dapat diterima pasar, bukan sekadar uji coba sementara.

Dia menekankan perlunya strategi mixing dalam pengembangan padi hibrida, sehingga dapat dikombinasikan dengan varietas lain sebagai tahap awal sebelum menjadi varietas unggulan yang mampu bersaing di tingkat nasional.

“Memang tantangan terbesar itu kan nanti rasanya. Tapi pelan – pelan kalau sudah ada minat untuk memproduksi, menanam gitu, sementara bisa di mixing, untuk dicampur, bukan dioplos ya. Tapi ke depan harapan kami rasanya juga dapat diperbaiki,” ujarnya.

Frans juga menyampaikan harapan agar Kementerian PPN/Bappenas bersama kementerian terkait dapat memperbaiki kualitas beras hasil panen padi hibrida, agar tidak hanya unggul dari sisi produktivitas semata.

Produktivitas padi hibrida dapat mencapai 10 ton per hektare, tetapi kualitas beras seringkali menurun akibat tingkat pecah tinggi saat digiling, sehingga menyulitkan petani menjual hasil panennya.

Kondisi tersebut juga mempersulit pengepul dalam membeli hasil gabah petani, sebab kualitas beras yang pecah tinggi menurunkan harga jual, meski gabah kering panen yang dihasilkan cukup baik.

“Karena produktivitasnya tinggi bisa 10 ton per hektare gitu, tapi kalau begitu digiling pecahannya 20% hingga 30%, nanti petaninya juga susah menjualnya. Jadi pengepulnya juga susah nanti belinya gitu,” jelasnya.

Dia menegaskan bila kualitas beras dapat ditingkatkan, perkembangan padi hibrida berpeluang berlipat ganda, sehingga mendorong kesejahteraan petani dan memperkuat ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.

“Jadi GKP (Gabah Kering Panen) bagus, kemudian kualitas berasnya juga harus bagus. Itu tantangan untuk berikutnya, dan kalau itu bisa dipenuhi, tentu perkembangan padi hibrida harapan kami bisa berlipat – lipat,” tutur Frans. I

 

Kirim Komentar