Ekspansi PMI Manufaktur, Inflasi Terkendali dan Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

Pemerintah telah dirilis tiga indikator ekonomi makro Indonesia yang terus menunjukkan tren positif pada Senin 1 September 2025.

Tercatat inflasi Agustus 2025 tetap terkendali, Purchasing Managers’ Index atau Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Agustus 2025 kembali ekspansi dan berlanjutnya surplus neraca perdagangan di Juli 2025 yang telah berlangsung selama 63 bulan berturut – turut.

Realisasi inflasi Indonesia masih terkendali pada rentang sasaran 2,5±1%.

Inflasi IHK pada Agustus 2025 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm) atau inflasi 2,31% (yoy) dan 1,60% (ytd).

Capaian tersebut didukung realisasi inflasi inti yang meningkat sebesar 0,06% (mtm) dan 2,17% (yoy), menunjukkan daya beli masyarakat tetap terjaga di tengah ketidakpastian global.

Selain itu, inflasi Volatile Food (VF) mengalami deflasi 0,61% (mtm) dan inflasi 4,47% (yoy), sejalan dengan kesepakatan High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) untuk menjaga inflasi VF pada kisaran 3-5% (yoy).

Secara bulanan, deflasi Agustus masih dipengaruhi oleh pergerakan harga komoditas pangan.

Beberapa komoditas yang berkontribusi terhadap deflasi ini antara lain tomat dan cabai rawit.

Melimpahnya pasokan akibat adanya panen raya mendorong penurunan harga komoditas – komoditas tersebut.

Lebih lanjut, inflasi Administered Price (AP) tercatat mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm) atau inflasi 1,00% (yoy).

Penurunan inflasi AP utamanya dipengaruhi oleh penurunan harga komoditas bensin akibat adanya penyesuaian harga BBM nonsubsidi pada awal Agustus 2025.

Selain itu, turunnya inflasi AP juga didorong oleh penurunan harga komoditas tarif angkutan udara sejalan dengan adanya diskon tiket pesawat oleh sejumlah maskapai dalam rangka menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Indonesia.

Kebijakan tersebut efektif menjaga daya beli dan meningkatkan mobilitas masyarakat.

Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) terus berupaya menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan, khususnya pada komoditas beras.

Penyaluran beras SPHP akan terus didorong dengan target 1,3 juta ton hingga akhir tahun 2025.

“Untuk mendorong peningkatan produktivitas pertanian, akses pembiayaan melalui KUR sektor pertanian dan Kredit Usaha Alsintan akan terus dioptimalkan, per Agustus jumlah yang telah disalurkan Rp60,93 triliun dari total alokasi sebesar Rp287,47 triliun,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pemerintah, lanjutnya, juga terus berkomitmen untuk menjaga daya beli masyarakat melalui pemberian stimulus ekonomi berupa diskon transportasi yang akan kembali dilanjutkan untuk periode Nataru.

Tren positif juga dicatatkan neraca perdagangan Indonesia yang kembali surplus sebesar US$4,17 miliar untuk bulan Juli, meningkat 1,71% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya.

Surplus yang berkelanjutan ini menegaskan solidnya outlook perekonomian nasional dan ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor yang meningkat 5,6% (mtm) mencapai US$24,75 miliar lebih tinggi dari performa impor sebesar US$20,57 miliar pada Juli 2025.

Merespons isu pengenaan tarif baru perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS), neraca perdagangan dengan AS mencatatkan surplus yang mencapai US%2,2 miliar untuk sektor nonmigas di Juli 2025.

Surplus tersebut ditopang oleh terjaganya performa ekspor, dengan Indonesia masih dikenakan tarif baseline 10% untuk ekspor ke AS pada Juli lalu.

Meningkatnya aktivitas manufaktur di beberapa mitra dagang utama Indonesia mendorong permintaan atas produk Indonesia.

Ini tercermin dari indeks PMI manufaktur India yang naik dari level 58,4 ke level 59,1, ASEAN naik dari level 48,6 ke level 50,1, dan Uni Eropa naik dari level 49,2 ke level 49,6 pada Juli 2025.

Mayoritas negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia mencatatkan kenaikan, sedangkan Tiongkok masih menjadi tujuan utama ekspor nonmigas, disusul Amerika Serikat dan India.

Peningkatan kinerja ekspor didukung oleh kenaikan harga komoditas utama Indonesia, termasuk batu bara, gas alam, kelapa sawit, karet, bijih besi dan timah.

Peningkatan kinerja ekspor tidak hanya terjadi pada komoditas, tetapi juga produk manufaktur dengan nilai tambah tinggi termasuk ekspor kendaraan dan bagiannya (HS 87), mesin dan peralatan mekanis (HS 84), serta alas kaki (HS 64).

Impor pada Juli 2025 mencapai US$20,57 miliar atau naik 6,43% (mtm), dengan kenaikan impor terjadi di semua golongan penggunaan.

Namun, kenaikan impor Bahan Baku Penolong sebesar 6,16% (mtm), dan Barang Modal 4,64% (mtm) mengisyaratkan berlanjutnya momentum pertumbuhan ekonomi nasional seiring perusahaan menggunakan impor tersebut untuk menghasilkan produk akhir, baik untuk dikonsumsi domestik maupun ekspor.

Impor non migas terbesar berasal dari Tiongkok, disusul Jepang dan Singapura.

Surplus neraca perdagangan ke depan diharapkan masih akan berlanjut, seiring prospek positif yang tercermin dari ekspansi PMI Manufaktur.

Pada Agustus 2025, PMI Manufaktur Indonesia naik signifikan dari 49,2 di Juli menjadi 51,5, menandai kembalinya zona ekspansi setelah empat bulan berada dalam kondisi kontraksi.

Kenaikan permintaan dalam negeri didukung oleh peningkatan permintaan ekspor menjadi dorongan utama kenaikan tersebut.

Output dan pesanan baru tumbuh untuk pertama kali dalam lima bulan, pesanan ekspor naik tertinggi sejak September 2023, tenaga kerja dan aktivitas pembelian meningkat, yang menjadi sinyal positif juga bagi perkembangan sektor manufaktur Indonesia ke depannya.

“Kembalinya PMI manufaktur ke zona ekspansi menunjukkan terus membaiknya kondisi ekonomi domestik dan optimisme pelaku usaha yang semakin menguat seiring dengan membaiknya kondisi daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan produksi pada periode mendatang,” jelas Menko Airlangga.

Pemerintah akan terus menjaga momentum pertumbuhan ini dengan beberapa kebijakan antara lain berupa implementasi Kredit Industri Padat Karya dan meningkatkan permintaan produk dalam negeri melalui program Harbolnas. I

 

 

Kirim Komentar