Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merangkum sejumlah kejadian bencana telah terjadi di berbagai wilayah Indonesia dalam periode pemantauan 24 jam terakhir, terhitung sejak Sabtu, 19 Juli 2025 pukul 07.00 WIB hingga Minggu, 20 Juli 2025 pukul 07.00 WIB.
Dari jumlah tersebut, terdapat tujuh kejadian yang menonjol atau berdampak signifikan, terdiri dari tiga kejadian baru dan empat lainnya merupakan pemutakhiran data kejadian.
Kejadian baru yang tercatat antara lain kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat.
Lokasi titik api karhutla di Tanah Datar berada di Nagari Simabur, Kecamatan Pariangan dan Nagari Pagaruyung di Kecamatan Tanjung Emas.
Kurang lebih delapan hektare hutan dan lahan dilaporkan terbakar, yang mana tiga hektare berada di Kecamatan Pariangan dan lima hektare di Kecamatan Tanjung Emas.
Berikutnya karhutla di Kabupaten Solok terpantau di Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih. Luas lahan yang terbakar cukup besar, yakni mencakup kurang lebih 300 hektare.
Hingga siaran pers ini diturunkan, luasan titik api mulai berkurang setelah satgas karhutla gabungan turun bersama untuk upaya pemadaman dan pendinginan.
Kondisi cuaca yang cerah berangin menjadi tantangan upaya tim pemadaman di lapangan, kendati demikian mereka pantang pulang sebelum api padam.
Kejadian lainnya adalah tanah longsor yang terjadi di Kelurahan Padasuka, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
Peristiwa ini mengakibatkan satu orang meninggal dunia, satu orang selamat, serta satu unit bangunan terdampak.
Operasi pencarian dan penyelamatan telah dinyatakan selesai dengan ditemukannya seluruh korban.
Adapun data yang merujuk pada pemutakhiran kejadian meliputi karhutla di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba, Provinsi Sumatra Utara, lalu karhutla di Provinsi Riau, serta tanah bergerak di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan perkembangan laporan dari lapangan, karhutla di Tapanuli Utara yang telah menghanguskan sekitar 50 hektare lahan terbakar telah berhasil dipadamkan.
Sementara itu, di Kabupaten Toba, sekitar 335 hektare lahan terbakar dengan sebagian besar berupa kawasan hutan lindung di Kecamatan Tampahan, masih melakukan penanganan.
Pemerintah daerah setempat saat ini tengah dalam proses penerbitan Surat Keputusan Siaga Darurat berlaku sejak 1 Mei hingga 30 November 2025.
Berikutnya perkembangan kejadian tanah bergerak di Kabupaten Brebes yang telah berdampak pada sekitar 78 kepala keluarga atau 200 jiwa, dengan 78 unit rumah terdampak.
Saat ini, telah dilakukan relokasi mandiri secara bertahap dan pendistribusian logistik kepada warga yang mengungsi.
Kemudian, karhutla di Provinsi Riau saat ini telah mencapai 646,13 hektare untuk luas lahan yang terbakar.
Pemadaman masih berlangsung di sejumlah titik dengan berbagai upaya seperti pengerahan tim Satgas Darat, satgas udara dengan helikopter water bombing, penindakan hukum bagi warga yang sengaja membakar lahan hingga penanganan dampak kesehatan.
Upaya tersebut juga mendapatkan pendampingan dari BNPB.
Berdasarkan pemantauan prakiraan cuaca untuk tiga hari ke depan, terhitung mulai 20 hingga 22 Juli 2025, menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia berada dalam kondisi kering dan panas akibat dominasi angin timuran atau Monsun Australia.
Wilayah Sumatra, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi bagian tengah dan selatan diperkirakan akan mengalami cuaca cerah hingga berawan, dengan kelembapan rendah dan kecepatan angin cukup tinggi.
Sementara itu, wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara memasuki puncak musim kemarau dengan suhu siang hari cukup tinggi dan potensi minim hujan.
Di sisi lain, wilayah Papua dan sebagian Maluku Utara masih memiliki potensi hujan ringan hingga sedang, terutama pada siang hingga sore hari.
Dalam periode ini, potensi bencana hidrometeorologi kering menjadi perhatian utama, terutama kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan kekeringan meteorologis.
Hasil monitoring satelit dari ruang Command Center Pusdalops BNPB, titik panas (hotspot) terpantau meningkat di wilayah Riau, Sumatra Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Jambi dengan intensitas lebih dari 150 titik per hari.
Situasi ini diperparah oleh angin kencang dari arah tenggara yang mempercepat penyebaran api dan menyulitkan pemadaman di lapangan.
Di sisi lain, kekeringan meteorologis dengan indikator Hari Tanpa Hujan (HTH) ekstrem, yakni lebih dari 31 hari, terpantau di wilayah NTB, NTT, Bali dan sebagian Jawa Timur.
Beberapa wilayah seperti Pulau Sumba, Pulau Timor, dan sebagian Lombok berpotensi mengalami penurunan ketersediaan air secara signifikan.
Sementara itu, potensi tanah longsor dan gerakan tanah masih tergolong rendah hingga sedang, terutama di wilayah dataran tinggi Papua dan beberapa titik rawan di Sulawesi Tengah seperti Palu dan Parigi Moutong.
Meski curah hujan relatif rendah, kondisi geologi labil dan sisa kelembaban tanah di kawasan perbukitan tetap berisiko memicu longsoran lokal, terutama saat terjadi hujan singkat dengan intensitas sedang.
Menanggapi potensi bencana tersebut, sejumlah langkah mitigasi dan penanganan menjadi prioritas utama. Khusus mengenai penanggulangan karhutla, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, telah mengintruksikan kepada seluruh kepada daerah yang terdampak agar menerbitkan status tanggap darurat.
Sesuai rencana, Kepala BNPB akan menuju Riau untuk memimpin Rakor Karhutla besok pagi, Senin (21/7).
BNPB dan instansi terkait serta unsur forkopimda di daerah terus berkomitmen untuk memperkuat patroli terpadu bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, Manggala Agni, Tagana dan kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA) dan lintas sektor lainnya.
Lebih lanjut, khusus di daerah dengan status siaga darurat, seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Toba, langkah penanganan darurat baik darat dan udara terus dilakukan, termasuk upaya Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mempercepat hujan buatan.
Selain itu, posko lapangan karhutla dan alat pemadam cepat telah diaktifkan di daerah rawan.
Untuk mengantisipasi kekeringan, pemerintah daerah bersama BPBD melakukan pendataan dan distribusi air bersih, serta memobilisasi bantuan logistik dan suplai irigasi darurat.
Di sisi lain, BNPB meminta masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan air dan mulai beradaptasi dengan pola pertanian tahan kering.
Terkait potensi gerakan tanah, sosialisasi kepada warga yang tinggal di lereng perbukitan harus terus dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, termasuk pemantauan visual dan penggunaan sensor tanah sebagai sistem deteksi dini.
BNPB mengimbau masyarakat dan pemerintah daerah untuk terus memantau peringatan dini dari lintas instansi terkait melalui situs resmi, media sosial, maupun aplikasi mobile.
Dalam menghadapi kondisi musim kemarau yang diprediksi berlangsung hingga akhir September, peran aktif seluruh elemen, baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha, sangat penting dalam menjaga ketahanan lingkungan, mengurangi risiko bencana, dan memastikan keselamatan jiwa serta keberlanjutan kehidupan masyarakat. I