Kemandirian dalam Teknologi dan Inovasi di Industri Kebencanaan Indonesia

Kemandirian sangat penting dalam mengembangkan industri kebencanaan. Ini harus didukung dengan teknologi dan inovasi anak bangsa untuk menjawab tantangan, salah satunya pada resiliensi berkelanjutan.

Pembahasan kemandirian tersebut menjadi topik dalam diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk menyusun peta jalan (roadmap) Teknologi, Inovasi dan Industrialisasi Kebencanaan untuk Resiliensi Berkelanjutan.

Indonesia telah memulai dan terus mengembangkan upaya-upaya untuk kemandiran tersebut. Kegiatan ini berlangsung di Jakarta.

Selama diskusi, teknologi dan inovasi kebencanaan yang dikembangkan di Tanah Air terkuak dari penjelasan beberapa ahli.

Hal tersebut seperti disampaikan ahli dari BRIN Wahyudi Hasbi, mengenai teknologi satelit, yakni Satelit Lapan A3 dan A1 pada polar orbit dan Lapan A2 pada ekuatoral orbit.

“Kita bisa melakukan pemantauan area bencana dengan frekuensi waktu yang cepat, yang biasanya harus menunggu 21 hari,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Profesor Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Indonesia mengembangkan teknologi sensor Synthetic Aperture Radar (SAR) yang telah diaplikasikan pada berbagai platform, seperti drone, microsatelit dan pesawat.

Manfaatnya sangat luas, terutama dalam sektor kebencanaan, seperti pemantauan bencana alam, pencarian dan penyelamatan, pemantauan kebakaran dan monitoring gempa bumi. “Dari segmen angkasa, semuanya sudah siap,” tegasnya.

Masih terkait dengan sistem sensor, Michael A. Purwadi menyampaikan sistem sensor tsunami yang ditempatkan di dasar laut telah terbukti efektif dalam mendeteksi gelombang tsunami sejak sekitar 50 tahun yang lalu pada technology readiness (TRL) level 1. Indonesia telah membuat dan menguji sistem sensor tsunami pada TRL 5 dan TRL 6.

“Beberapa keberhasilan telah dicapai, terutama dalam mendeteksi tsunami karena gempa, membutuhkan sekitar 15 menit sebelum gelombang tsunami mencapai garis pantai, mengalami peningkatan dari 5 menit pada mulanya,” ungkapnya.

Selanjutnya, M. Sadly menjelaskan dari sisi upaya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menghadapi tantangan seismik dengan dedikasi tinggi, pengembangan teknologi, termasuk high-performance computing, dan peran aktif dalam menyediakan informasi operasional 24/7 terkait cuaca dan gempa.

“BMKG melakukan pengadaan lebih dari 500 seismograf, pengembangan Seismograph Rakyat Indonesia (SRI V1), dan fokus pada kemandirian teknologi seismograf menjadi aspek kunci dalam upaya BMKG untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penguasaan teknologi di bidang tersebut,” tuturnya. I

Kirim Komentar