Kemenperin Waspadai Lonjakan Impor Baja hingga TPT Akibat Perang Tarif

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mewaspadai potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri Tekstil san Produk Tekstil (TPT), serta alas kaki, industri agro dan industri aneka akibat perang tarif dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR menjelaskan bahwa potensi lonjakan produk tersebut akibat adanya trade diversion atau dumping dari Tiongkok.

“Dampak ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok akan berpotensi mendorong trade diversion sebagai respons atas hambatan dagang yang terus meningkat,” jelasnya.

Dia mencontohkan, di sektor TPT dan alas kaki yang memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor manufaktur nasional, yakni pada tahun 2024 menunjukkan bahwa Amerika Serikat merupakan pasar utama dari kedua sektor tersebut.

Pangsa pasar TPT Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 40,6% dan alas kaki 34,2%.

“Ini menunjukkan hampir setengah dari ekspor tekstil dan 1/3 dari ekspor alas kaki nasional bergantung pada permintaan Amerika Serikat,” ungkapnya.

Melihat masih tingginya tensi ketegangan antara Amerika Serikat dan tiongkok. Lanjutnya, serta adanya penurunan pangsa pasar Tiongkok di negara Amerika Serikat, situasi ini memunculkan tantangan, berupa meningkatnya potensi dumping produk Tiongkok ke pasar domestik.

“Ini menunjukkan adanya peningkatan nilai impor TPT dari China ke Indonesia yang mencapai 8,84%, sedangkan impor produk alas kaki melonjak hingga 30,89% pada Januari hingga April 2025,” jelasnya.

Pada sektor industri agro, kata Wamenperin Riza, terdapat indikasi adanya trade diversion produk Tiongkok dari Amerika Serikat.

Kemenperin mencatat Januari hingga April 2025 ekspor produk agro Tiongkok ke Amerika Serikat turun sebesar US$1,17 miliar atau sekitar 7%.

Pada saat yang sama, Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari China sebesar US$477.000 atau meningkat sekitar 30%.

“Sekurang – kurangnya, terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor yang signifikan. Mulai dari HS 23, yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11%, HS 03 ikan, serta krustasea dan HS 18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100%. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan, yaitu sekitar 105,4%,” tutur Wamenperin Riza.

Dia menambahkan, kondisi ini menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan bangsa Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional, sekaligus peluang untuk memanfaatkan potensi dan tantangan industri di dalam negeri. “Ini tentu kita harus mitigasi dengan monitoring secara intensif.” I

Kirim Komentar