Kepala BNPB Hadiri Rapat Koordinasi Kebakaran Hutan di Riau

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menghadiri rapat Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan di Gedung Serindit, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau pada Rabu (23/7/2025).

Hari ini merupakan hari ketiga Kepala BNPB berada di Provinsi Riau, ini dilakukan untuk memastikan pengendalian kebakaran hutan dan lahan dapat berjalan dengan baik.

Pada kesempatan ini, Kepala BNPB menjelaskan perkembangan upaya penanganan darurat yang dikoordinir oleh BNPB, antara lain Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), pemadaman dengan menggunakan helikopter water bombing dan penambahan personel satuan tugas (satgas) darat.

“Kemarin pelaksanaan OMC dilakukan dengan enam sortie dari pagi hari hingga pukul 21.00 malam dan dua pesawat telah berjalan terus, seandainya masih kurang, akan ditambahkan satu pesawat lagi,” ujarnya.

Menurut Suharyanto, operasi udara pemadaman juga dilakukan dengan menggunakan helikopter water bombing.

“Heli water bombing empat ton air dalam sekali siram, tidak bisa lebih. Jika tidak tepat sasaran di titik api, maka operasi dianggap gagal dan tidak akan dilakukan pembayaran,.” jelasnya.

Hingga Selasa (22/7), Sudah melaksanakan 854 kali bombing, artinya 845 titik api telah disiram, khususnya titik api yang tidak dapat dijangkau oleh Satgas Darat.

Kemudian, Kepala BNPB menegaskan, jika personel satgas darat masih dianggap kurang, dapat diusulkan untuk melakukan penambahan, khususnya wilayah Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan Hulu yang saat ini masih terbakar.

“Untuk wilayah Rokan Hilir dan Rokan Hulu, kalo memang 100 orang dari Polres dan Kodim masih kurang, bisa kami tambah lagi, supaya lebih kuat,” jelasnya.

Selanjutnya, Kepala BNPB berharap masyarakat Riau menjadikan kejadian kebakaran hutan dan lahan yang pernah terjadi sebelumnya, dijadikan pelajaran agar tidak terulang kembali.

“Tahun 2015 dan 2019 masyarakat Riau, lumpuh terkait dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada saat itu. Siklusnya memang 2015 dan 2019, empat tahunan,” ungkapnya.

Pada tahun 2023, Riau dapat melewatinya dan seharusnya tahun 2025 itu kecil, makanya kalau sekarang karhutla lebih besar dari tahun 2023, artinya anomali, bukan karena cuaca, tetapi karena masyarakat yang membakar.

“Kami imbau kepada masyarakat Riau, jangan sampai di tahun 2025 ini justru kebakarannya lebih besar dari 2023, artinya kesadaran masyarakat untuk menjaga lahan ini menurun,” tuturnya.

Suharyanto mengapresiasi penanganan kebakaran hutan dan lahan yang sedang berjalan.

“Namun, secara umum proses penanganan di Riau ini ada kemajuan, meskipun masih harus terus ditingkatkan. Tentu saja penanganan di daerah tidak bisa dikerjakan oleh satu institusi, semua harus dilakukan bersama,” katanya. I

 

 

Kirim Komentar