Kabar duka dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadinigrat atau Keraton Solo bahwa Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) XIII meninggal dunia di usia 77 tahun pada Minggu (2/11/2025).
Informasi tersebut disampaikan kuasa hukumnya, KPAA Ferry Firman Nurwahyu Pradotodiningrat, yang menyatakan bahwa PB XIII tutup usia setelah menjalani perawatan medis sejak 20 September 2025.
Pakubuwono XIII dikenal sebagai sosok pemimpin yang berupaya menjaga wibawa dan kehormatan keraton di tengah masa sulit.
Bahkan, dia berhasil memulihkan hubungan keluarga besar Kasunanan Solo setelah bertahun – tahun dilanda perpecahan pascawafatnya PB XII.
Sri Susuhunan Pakubuwono XIII lahir di Surakarta pada 28 Juni 1948 dengan nama kecil Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi dan merupakan putra sulung dari Paku Buwono XII, raja Keraton Solo sebelumnya.
PB XII diketahui memiliki enam istri dan 35 anak, sehingga persoalan penerus takhta menjadi sangat kompleks.
Sejak kecil, Hangabehi tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi tata krama bangsawan dan nilai – nilai luhur budaya Jawa.
Sebelum dinobatkan menjadi raja, dia telah aktif dalam urusan adat istana dan kehidupan internal keraton.
Sebagai putra tertua, Hangabehi dianggap sebagai calon pewaris takhta yang sah, tetapi situasi menjadi rumit setelah PB XII wafat pada 11 Juni 2004 dan dimakamkan di Kompleks Makam Raja – raja Mataram, Imogiri, Yogyakarta.
Wafatnya PB XII memicu perpecahan di tubuh keluarga besar Keraton Kasunanan Surakarta.
Dua tokoh muncul sebagai calon penerus takhta, yakni KGPH Hangabehi dan adiknya KGPH Tejowulan.
Dalam rapat Forum Komunikasi Putra Putri (FKPP) PB XII pada 10 Juli 2004, keluarga menetapkan Hangabehi sebagai penerus dan merencanakan penobatan pada 10 September 2004.
Namun sebelum acara berlangsung, sebagian keluarga lain justru menobatkan Tejowulan sebagai raja pada 31 Agustus 2004 di Sasana Pumama, Solo.
Perseteruan semakin memanas ketika pendukung Tejowulan mendobrak masuk ke lingkungan keraton dan memicu bentrokan yang melibatkan abdi dalem, serta bangsawan.
Peristiwa tersebut menjadi salah satu konflik paling serius dalam sejarah modern Kasunanan Solo.
Namun, penobatan Hangabehi tetap digelar pada 10 September 2004 di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil Lor.
Acara dihadiri para bangsawan, perwakilan kerajaan daerah hingga duta besar negara sahabat, yang menegaskan legitimasi Hangabehi sebagai Paku Buwono XIII.
Memimpin di tengah perpecahan internal bukan hal mudah bagi PB XIII, karena harus menjaga warisan budaya keratin dan juga menghadapi tantangan untuk menyatukan kembali keluarga besar Mataram yang sempat berselisih.
Proses rekonsiliasi akhirnya tercapai pada tahun 2012 melalui mediasi antara DPR, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan perwakilan keluarga.
Dalam pertemuan tersebut, Tejowulan secara resmi mengakui Hangabehi sebagai Paku Buwono XIII yang sah.
Sebagai bentuk kesepakatan damai, Tejowulan dianugerahi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung dan diangkat sebagai Mahapatih Keraton, yang juga menandai berakhirnya konflik di Keraton Surakarta Hadiningrat. I .
