Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menggarisbawahi transformasi hubungan industrial menjadi fondasi dari peningkatan produktivitas nasional.
Dia menilai, penguatan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan transformasi ekosistem ketenagakerjaan juga merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing.
Yassierli menyebutkan, sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan, mulai dari kurangnya komunikasi efektif di tingkat perusahaan, keterbatasan jumlah mediator, hingga belum optimalnya peran Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan implementasi Perjanjian Kerja Sama.
“Saat ini, jumlah mediator hubungan industrial hanya 1.064 orang, sementara mereka harus melayani potensi perselisihan dari jutaan perusahaan dengan lebih dari 150 juta pekerja. Kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme mediator,” katanya.
Menaker mengingatkan bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
“Tanpa percepatan, Indonesia berisiko disalip Vietnam dalam tiga tahun mendatang,” tegasnya.
Sebagai respons, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah menyusun kerangka kerja (framework) maturitas hubungan industrial transformatif yang mendorong pengusaha dan pekerja membangun visi bersama (shared vision), tidak sekadar hubungan industrial berbasis kepatuhan normatif.
“Hubungan industrial yang transformatif lahir dari komitmen bersama antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Inilah yang menjadi DNA ketenagakerjaan Indonesia adil, serta inklusif, menuju Indonesia Emas 2045,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kemnaker Indah Anggoro Putri menambahkan, kegiatan penguatan teknik penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada BUMN/BUMD dan peningkatan sistem pengupahan berbasis produktivitas di perusahaan memiliki sejumlah tujuan penting.
“Bertujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM, mediator, dan serikat pekerja dalam merancang sistem pengupahan yang terukur, transparan, serta membangun hubungan industrial yang harmonis,” jelasnya.
Menurut Putri, keberhasilan hubungan industrial tidak hanya ditentukan oleh regulasi, tetapi juga oleh komitmen semua pihak dalam menerapkan praktik terbaik.
“Kolaborasi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja adalah fondasi penting untuk menciptakan ekosistem kerja yang kondusif, produktif dan berkeadilan,” ungkap Putri. I