Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang – Undang (UU) tentang Perubahan Ketiga Atas Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Pengesahan dilakukan dalam rapat paripurna ke-4 DPR masa persidangan tahun 2025 – 2026 yang dihadiri Menteri Agama Nasaruddin Umar, sejumlah menteri Kabinet Merah Putih dan pimpinan DPR.
“Panja Komisi VIII DPR dan Panja Pemerintah bersepakat, kelembagaan penyelenggara akan berbentuk Kementerian Haji dan Umrah, yang akan bersistem one stop service, semua yang berkaitan dengan Haji dan Umrah, akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian ini,” ujar Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang dalam laporannya.
Dia menjelaskan bahwa perubahan UU ini menjawab berbagai kebutuhan mendesak, seperti peningkatan kualitas pelayanan jamaah haji dalam hal akomodasi, transportasi, konsumsi dan kesehatan baik di tanah air maupun di Arab Saudi.
“Perubahan juga menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, kebijakan terbaru Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, serta rencana pembentukan kelembagaan khusus yang mengelola haji dan umrah,” ungkap Marwan di Komplek Parlemen Senayan Jakarta.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas membacakan Pendapat akhir Presiden terkait UU tersebut, yang menegaskan komitmen pemerintah untuk meningkatkan pelayanan ibadah haji dan umrah agar aman, nyaman, tertib dan sesuai syariat.
“Beberapa poin krusial yang diatur dalam UU ini meliputi pemanfaatan sisa kuota, pengawasan terhadap visa nonkuota, mekanisme pembahasan biaya penyelenggaraan, serta pemanfaatan sistem informasi terpadu untuk memperkuat transparansi,” katanya.
Menurut Supratman, undang-undang ini adalah bentuk tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak bebas beragama diwujudkan dengan memberikan pembinaan pelayanan dan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia yang menunaikan ibadah haji dan umrah agar dapat dilaksanakan secara aman nyaman, tertib dan sesuai dengan ketentuan syariat. I