Di Inggris, ada situs yang khusus memuat informasi positif tentang Covid-19. Tidak ada informasi negatif, hal-hal buruk yang dapat membuat pembacanya makin kecil hati, cemas dan khawatir berlebihan menghadapi pandemi Covid-19.
Agaknya, pengelolanya sangat paham, warga Inggris sudah jenuh dengan berbagai berita negatif tentang pandemi tersebut.
Situs dimaksud adalah justgivemepositivenews.com. Berita baik yang dimuat, misalnya, tentang antibodi di di United Kingdom. Riset menunjukkan perlu waktu dua sampai tiga minggu setelah terinfeksi atau vaksinasi bagi tubuh untuk membuat cukup antibodi untuk melawan infeksi.
Memiliki antibodi cukup membantu mencegah seseorang terinfeksi lagi. Jika terinfeksi, dia menunjukkan gejala yang lebih sedikit. Sekali terinfeksi atau vaksinasi, antibodi tetap berada di dalam darah pada level yang lebih rendah dan bisa menurun seiring dengan bergulirnya waktu.
Terkena stres
Saking membanjirnya informasi negatif tentang pandemi, sebagian orang sudah tidak mau lagi membaca, mendengar atau melihat info tersebut. Mereka yang mentalnya kurang tangguh, bisa bertambah cemas, sulit tidur. Bahkan terkena stres. Berikut ini contohnya.
Kehidupan sosial Susan Kemp sebelum Covid-19 cukup aktif. Namun, sejak April 2020, dia hanya lima kali meninggalkan apartemennya di dekat Stockholm, karena merasakan kecemasan sosial dan perilaku obsesif terkait kuman. Dia ketakutan saat naik transportasi umum, waspada dengan kebersihan alat makan, dan merasa tak nyaman ketika melihat gambar sel virus Corona.
“Gejala utamanya adalah saya mulai menangis. Saya merasa seperti akan mati, dan kemudian saya menangis sampai tubuh dan paru-paru saya terasa sakit setelahnya,” kata dia, seperti dilansir bbc.com.
Pengalaman Kemp menunjukkan bahwa untuk sebagian orang, pandemi dapat memicu atau memperburuk masalah kesehatan mental yang jauh lebih serius. Psikolog khawatir, ini mungkin bertahan dalam jangka panjang.
Steven Taylor, penulis The Psychology of Pandemics, dan profesor psikiatri di University of British Columbia, Kanada, berpendapat bahwa “untuk 10% hingga 15% minoritas yang malang, hidup tidak akan kembali normal” karena dampak pandemi pada kesejahteraan mental mereka.
Di Inggris, kelompok spesialis kesehatan masyarakat memperingatkan dalam British Medical Journal bahwa “dampak pandemi terhadap kesehatan mental kemungkinan akan bertahan lebih lama daripada dampak kesehatan fisik”.
“Secara historis, dampak buruk bencana pada kesehatan mental mempengaruhi lebih banyak orang, dan bertahan lebih lama daripada dampak kesehatan,” kata Joshua C Morganstein, asisten direktur di Pusat Studi Stres Traumatis di Maryland, AS.
Diana Setiyawati, Ph.D, staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada, berpendapat di tengah situasi saat ini, masyarakat hendaknya memiliki cara pandang yang positif. “Cara pandang positif ini bisa didapat dari peningkatan spiritualitas,” ujarnya.
“Penting memahami ini sebagai takdir dan berpikir positif. Dalam mencari berita Covid ya secukupnya saja, proporsional, tapi jangan sampai tidak peduli, karena jika tidak peduli bisa-bisa malah terkena,” kata Diana. Selain itu, masyarakat diharapkan meningkatkan literasi terkait Covid-19 dengan memahami atau mempelajari perilaku virus ini.
Mendekatkan diri kepada Tuhan dengan banyak berdoa, berdzikir, sembahyang dan bersabar merupakan cara membuat hati kita menjadi tenang. (Nur Hidayat, wartawan senior di Jakarta)