BNPB dan ICLEI Dorong Ketangguhan Bencana Iklim yang Inklusif

Krisis iklim yang semakin intens telah meningkatkan frekuensi dan dampak bencana di Indonesia.

Sepanjang tahun 2024, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 3.472 kejadian bencana di seluruh Indonesia, yang sebagian besar merupakan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan angin kencang.

Kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, lansia, perempuan, anak – anak, dan komunitas miskin perkotaan, sering menjadi pihak yang paling terdampak, sekaligus yang paling terpinggirkan dari sistem perlindungan dan pemulihan bencana.

Merespon tantangan tersebut, BNPB besama ICLEI – Local Governments for Sustainability Indonesia menggelar seminar bertajuk Inklusi Sosial Dalam Ketahanan Iklim dan Bencana: Dari Kebijakan ke Aksi Nyata di Hall B3, JIExpo Kemayoran, Jakarta pada Jumat (12/9/2025).

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian acara Asia Disaster Management & Civil Protection Expo & Conference (ADEXCO) 2025 yang berkolaborasi dalam satu lokasi dalam rangkaian Indonesia Energy & Engineering Series 2025 (IEE 2025), forum regional tahunan yang mempertemukan pemerintah, sektor swasta, akademisi dan masyarakat sipil untuk memperkuat ketangguhan terhadap bencana dan perubahan iklim.

Seminar ini diselenggarakan sebagai bentuk penguatan komitmen terhadap tata kelola bencana yang lebih inklusif, seiring dengan dimulainya pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029, yang secara eksplisit menekankan pentingnya ketahanan iklim, pembangunan berkelanjutan dan penguatan perlindungan sosial.

Selain itu, kegiatan ini turut mengimplementasikan prinsip – prinsip global, seperti Sendai Framework for Disaster Risk Reduction, Agenda Aksi Iklim Inklusif dan komitmen Leave No One Behind.

Dalam sambutannya, Country Manager ICLEI Indonesia Arif Wibowo menekankan pentingnya pendekatan inklusif dalam setiap kebijakan dan aksi pengurangan risiko bencana iklim.

Menurutnya, penguatan tata kelola, pendanaan dan pemanfaatan teknologi yang tepat menjadi kunci dalam membangun sistem manajemen risiko bencana yang terkontrol dan termonitor hingga ke tingkat daerah.

Baca Juga:  Kementerian P2MI Sampaikan Capaian Kinerja Tahun 2024

“Integrasi isu ini ke dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah sangat penting. Latar belakang dan pengalaman beragam dari berbagai pihak justru memperkaya kontribusi dalam mencegah dan memitigasi dampak perubahan iklim serta bencana secara lebih inklusif dan berkeadilan,” jelasnya.

Sementara itu, Raditya Jati, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB menyoroti pentingnya harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah dalam memastikan perlindungan menyeluruh terhadap kelompok paling terdampak.

“Sudah saatnya kita tidak lagi bekerja secara terpisah atau in-silo dalam isu bencana, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan. Kita perlu duduk bersama untuk menyatukan pendekatan dan data, terutama bagaimana perubahan iklim berdampak pada risiko bencana dan membahasnya dalam satu kerangka terpadu,” tuturnya.

Lebih lanjut Raditya menyebut tentang semangat adaptive social protection yang tercermin dalam RPJMN menjadi bukti bahwa pilar – pilar pembangunan kini mulai dikaitkan erat dengan pengurangan risiko bencana.

Dengan dukungan program dan kolaborasi bersama development partners, pendekatan yang lebih holistik dan transformatif dapat benar – benar diwujudkan.

Seminar ini menghadirkan panel diskusi yang diisi oleh sejumlah narasumber strategis dari berbagai sektor, di antaranya Kepala Biro Perencanaan BNPB Andi Eviana, yang memaparkan pentingnya penyelarasan kebijakan GEDSI antara pusat dan daerah.

Wakil Walikota Banda Aceh Afdhal Khalilullah yang membagikan pengalaman daerah dalam membangun ketangguhan iklim dan sistem pengembanagn peringatan dini pascatsunami Aceh 2004, serta Farhan Helmy, Presiden Pergerakan Penyandang Disabilitas dan Lansia (DILANS), yang menyoroti pentingnya pelibatan aktif kelompok rentan dalam penanggulangan bencana.

Selain itu, seminar juga mengangkat topik teknologi melalui paparan dari Kepala Riset dan Inovasi Iklim dan Atmosfer BRIN, Albertus Sulaiman, mengenai sistem peringatan dini yang inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat marjinal.

Baca Juga:  PRESIDENSI G20 KETENAGAKERJAAN HASILKAN LIMA DOKUMEN PENTING

Kegiatan ini ditutup dengan pemaparan dari ICLEI tentang penggunaan toolkit SIRA (Socially Inclusive Resilience in Asia Program) sebagai instrumen strategis bagi pemerintah daerah untuk merancang aksi nyata yang responsif terhadap tantangan perubahan iklim dan kebutuhan masyarakat rentan.

Dengan diselenggarakannya seminar ini, BNPB dan ICLEI berharap dapat memperkuat sinergi antara kebijakan nasional, dukungan teknis dan praktik lokal yang lebih inklusif, serta mendorong kolaborasi nyata untuk menciptakan kota – kota yang tangguh terhadap bencana dan perubahan iklim.

ADEXCO 2025 kembali hadir sebagai bagian dari Indonesia Energy & Engineering Series 2025 (IEE Series 2025), bersama dengan Construction Indonesia, Concrete Show South-east Asia – Indonesia, dan Water Indonesia. I

Kirim Komentar