Perum Bulog menggelontorkan beras sebanyak 200.000 ton ke lokasi penggilingan dan distributor.
Langkah tersebut dilakukan untuk stabilisasi harga beras di pasar dan membantu beberapa penggilingan yang terancam tutup lantaran tak kunjung mendapatkan gabah.
“Kami kemarin sudah mendapatkan penugasan juga dari Bapanas untuk mendistribusikan beras komersial yang berasal dari beras SPHP itu. Jadi dialihkan sekitar 200.000 ton lalu kita jual secara komersil,” kata Febby dalam diskusi bertajuk Pelayanan Publik dan Kebijakan Perberasan Menjelang Pemilu 2024 di Kantor Ombudsman, Jakarta.
Febby menjelaskan, penugasan tersebut akan dilakukan Bulog sampai 31 Desember 2023.
Dia menegaskan, para pemilik penggilingan padi dan distributor harus memenuhi syarat, yaitu wajib menjual beras tersebut di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium Rp13.900.
“Kami bekerja sama secara ketat dengan Satgas Pangan untuk mengawal ini semua, berapa beras yang kita keluarkan siapa yang dapat, larinya ke mana dan lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut Febby menambahkan, saat ini beras komersial Bulog sudah dapat dijual ke pengusaha penggilingan padi dan distributor dalam kemasan 50 kg dan dapat dilakukan mixing maupun rebagging menyesuaikan brand.
“Boleh juga di mixing, kenapa? Soalnya beras-beras beberapa, seperti Vietnam dan Thailand itu untuk taste kita agak pera gitu ya, bukan jelek tapi pera. Jadi, harus dicampur mungkin dengan beras-beras dalam negeri, sehingga beras itu sesuai frekuensinya,” jelasnya.
Perum Bulog mengatakan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) saat ini telah mencapai 938.475 ton, baik ke pasar tradisional maupun ritel modern.
“Untuk beras SPHP sendiri sampai hari ini kita sudah menyalurkan 938.475 ton di seluruh Indonesia,” ungkap Febby.
Selain beras SPHP, juga terdapat bantuan pangan beras yang akan disalurkan setiap bulan kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). I