Bulog Jadi Solusi Harga Gabah di Daerah Sulit Terjangkau

Perum Bulog harus hadir di daerah terpencil yang sulit dijangkau swasta agar harga gabah petani tetap layak dan tidak jatuh di bawah ketetapan pemerintah.

Menurut Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono, pemerintah menyadari masih ada beberapa spot atau titik panen yang jauh dari akses untuk penyerapan, hal itu bisa membuat harga gabah bisa jatuh, karena tidak ada pembeli dari pasar bebas atau swasta.

Dalam situasi seperti itu, dia menambahkan, Bulog wajib menjadi instrumen negara yang aktif menyerap gabah, menjaga stabilitas harga dan memastikan petani tetap memperoleh pendapatan layak di musim panen raya.

“Dimana swasta tidak bisa ambil, pedagang tidak bisa ambil, maka Bulog kita ingin hadir untuk mengambil. Jadi kalau ada daerah spot-spot yang belum terserap, maka Bulog sebagai instrumen dari negara hadir di tempat-tempat yang sulit gitu,” jelasnya.

Wamentan menegaskan, jika harga gabah di satu wilayah jatuh di bawah Rp6.500 per kilogram (kg) maka Bulog harus terjun langsung menyerap dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp6.500 per kg agar tidak terjadi ketimpangan kesejahteraan petani.

Dia mencontohkan daerah yang pernah terjadi penurunan harga gabah petani antara lain Sumatra Selatan dan Jambi, tetapi setelah Bulog hadir, harga kembali normal dan petani tidak dirugikan dari surplus panen.

Dalam kesempatan itu, Sudaryono menyampaikan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang ada dikelola Perum Bulog saat ini telah mencapai 3,964 juta ton dan diprediksi menembus 4 juta ton hingga akhir Mei 2025. Data itu tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.

Dia menuturkan, Bulog saat ini per Mei 2025 menyerap gabah petani dan menggilingnya setara beras dengan kecepatan rata – rata 20.000 ton per hari, menjaga ketersediaan cadangan beras nasional di seluruh wilayah.

Baca Juga:  Stok Beras 2,2 Juta Ton Aman hingga Lebaran 2025

Bahkan saat panen raya pada April 2025, Bulog bahkan bisa menyerap 50.000 ton per hari, tetapi saat ini serapan menurun, karena masa tanam telah dimulai kembali di berbagai daerah sentra produksi.

Menurut Wamentan, Bulog hanya membeli 10 % hingga 15% total panen nasional, artinya serapan setara 2,5 juta ton mencerminkan produksi nasional mencapai setidaknya 25 juta ton gabah kering panen.

“Jadi, kalau Bulog sampai dengan saat ini sudah menyerap gabah setara beras itu lebih dari 2,5 juta ton, itu artinya produksi kita itu sudah 25 juta ton. Karena kita ngambil 10% itu,” ungkapnya. I

Kirim Komentar