Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 3.000 bencana alam terjadi sepanjang tahun 2021.
Rangkaian bencana tersebut didominasi kejadian hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor, yang diperparah oleh adanya fenomena La Nina.
Beberapa catatan refleksi penanggulangan bencana 2021 disampaikan BNPB dipengujung tahun, yakni pentingnya literasi kebencanaan.
Hal tersebut perlu diketahui oleh masyarakat, khususnya tentang kejadian bencana besar yang pernah terjadi di masa lalu, seperti peristiwa siklon tropis Flores yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1973 yang kembali terjadi pada tahun ini.
Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan menyatakan, literasi kebencanaan harus sampai kepada masyarakat.
“Tidak cukup berhenti kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat di wilayah rawan bencana juga harus mengetahui potensi bahaya di sekitar, seperti di NTT,” jelasnya.
Pembelajaran berikutnya mengenai upaya mitigasi risiko gempa dengan penguatan bangunan dan kesiapsiagaan masyarakat.
“Ini tidak hanya pada pembangunan rumah yang baru tetapi juga penguatan tempat tinggal warga yang sudah ada dan berada di kawasan rawan gempa bumi,” katanya.
Lilik menuturkan, penguatan struktur bangunan atau retrofitting menjadi salah satu pilihan, tentunya harus dengan biaya murah dan bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Masih terkait konteks tersebut, dia menambahkan perlu adanya mitigasi kultural dimana masyarakat diajak mengetahui langkah-langkah apabila gempa bumi terjadi, misalnya cara evakuasi, titik kumpul hingga simulasi atau latihan kesiapsiagaan.
Selanjutnya, kejadian bencana pada 2021 ini tidak terlepas dari faktor alih fungsi peruntukan lahan.
Menurut Lilik, permasalahn tata ruang, khususnya yang berbasis mitigasi risiko ini sesuatu yang mudah diucapkan tetapi pada tahapan implementasi masih menjadi tantangan, khususnya penekanan pada konteks penanggulangan bencana.
Oleh karenanya, dia meminta peran dari masyarakat dalam kontrol sosial di lapangan.
Selain itu, catatan mengenai pemulihan daya dukung lingkungan juga harus dilakukan secara optimal.
Kejadian hidrometeorologi basah pada tahun ini diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan.
Perubahan lansekap secara masif terlihat yang pada gilirannya menyebabkan degradasi lingkungan pada sisi hulu dan sepanjang aliran sungai.
BNPB melihat perlu adanya upaya mempertahankan kawasan lingkungan dan ekosistem yang sangat penting dalam mengurangi potensi banjir, khususnya pada DAS panjang yang perbedaan elevasi rendah. I