HEMAT 50% UNTUK PAKAI ANGKUTAN UMUM

Keterbatasan sistem angkutan umum perkotaan akan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Layanan angkutan umum yang mudah diakses, bertarif murah, aman dan nyaman untuk menarik masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Masyarakat yang menggunakan angkutan umum itu bisa menghemat biaya pengeluaran transportasi setiap bulan hingga 50%. Perlu pendekatan dorong (push) dan tarik (pull) ke masyarakat, agar mau beralih menggunakan angkutan umum.

Lebih dari 50% penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan dan hampir 60% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) berasal dari kota. Sekitar 14 kota dengan populasi satu juta ke atas dan 26 kota dengan populasi setengah juta ke atas.

Motorisasi dan pertumbuhan cepat kendaraan pribadi berdampak pada kemacetan, keselamatan jalan, emisi lokal, dan global.

Lebih dari 50% penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan dan hampir 60% PDB berasal dari kota. Kerugian akibat kemacetan di Kota Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun.

Sementara itu, Kota Surabaya, Bandung, Medan, Semarang dan Makassar mencapai Rp12 triliun per tahun (World Bank, 2019). Besaran angka itu sudah melebihi APBD kota-kota tersebut pada tahun itu.

Di samping itu, kebutuhan mobilitas tertinggi untuk kota di luar Jawa berada di Kota Medan, yakni lebih dari 4,8 juta jiwa.

Kebutuhan mobilitas di Kota Jakarta 35 juta jiwa, Surabaya 9,92 juta jiwa, Bandung 9,57 juta jiwa, Semarang 6,57 juta jiwa, Balikpapan 3,03 juta jiwa, Denpasar 2,25 juta jiwa, Makassar 2,28 juta jiwa, Manado ada 1,02 juta jiwa.

Sementara itu, akibat kemacetan lalu lintas, peningkatan 1% urbanisasi di Indonesia hanya menghasilkan peningkatan 1,4% PDB per kapita (Bappenas, 2023).

Keterbatasan Kapasitas

Banyak pemda terkendala anggaran yang minim, sehingga tidak mampu membenahi angkutan umum di daerahnya. Ditambah lagi, sektor perhubungan tidak masuk dalam kelompok pelayanan dasar, sehingga anggaran yang dialokasikan ke Dinas Perhubungan sangat kecil dibandingkan pendidikan dan kesehatan.

Mengutip Kajian Teknis Angkutan Perkotaan yang dilakukan Ditjenhubdat tahun 2019, proporsi anggaran Dinas Perhubungan di beberapa kota di Indonesia kisaran 0,22% – 3,1% dari total APBD.

Sekarang sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Regulasi ini memberikan ruang bagi pemda untuk memperhatikan keberadaan angkutan umum di daerah.

Pasal 25 (ayat 1) menyebutkan hasil penerimaan PKB dan Opsen PKB dialokasikan paling sedikit 10% untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.

Opsen adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun jenis pajak provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), dan Pajak Air Permukaan (PAP).

Selanjutnya, masih diperlukan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) sebagai penguat mengatur pembagian 10% untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum. Kecenderungan di daerah, mengutamakan pembangunan dan pemeliharaan jalan ketimbang membenahi transportasi umum.

Baca Juga:  TETAPKAN HARGA TIKET RP300.000 UNTUK KERETA API CEPAT WHOOSH

Keterbatasan kapasitas fiskal daerah memerlukan kehadiran pemerintah pusat.

Biaya Pengeluaran

Mengutip hasil perhitungan Dinas Perhubungan Pekanbaru (2023), warga kota Pekanbaru mengeluarkan biaya transportasi per bulan sekitar Rp1.060.000 (34%) dari pendapatan bulanan.

Asumsi UMK Kota Pekanbaru Rp3.100.000, biaya transportasi yang menjadi kebutuhan per bulan Rp1.060.000 (biaya modal motor Rp500.000, biaya bahan bakar Rp250.000, biaya pemeliharaan Rp100.000, biaya administrasi Rp20.000 dan biaya parkir Rp90.000).

Berdasarkan Studi Tingkat Kemanfaatan Layanan Trans Jateng di Koridor Purwokerto – Purbalingga dan Kutoarjo – Magelang yang diselenggarakan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah tahun 2022, besarnya pengeluaran transportasi per bulan pengguna Bus Trans Jateng sebelum menggunakan Bus Trans Jateng, 28% – 31%.

Setelah menggunakan Bus Trans Jateng menjadi 9% sampai dengan 15% (penurunan 50%).

Demikian pula hasil survey yang dilakukan Ditjenhubdat terhadap 10 kota pengguna Program Teman Bus, periode Mei – Juni 2023 yang dilakukan terhadap 20.735 pengguna layanan skema Buy The Service (BTS), biaya transportasi yang dikeluarkan oleh masyarakat menjadi lebih rendah setelah menggunakan layanan BTS. Ada penurunan kisaran 40% hingga 50%.

Manajemen Permintaan Transportasi

Dominasi penggunaan kendaraan pribadi telah disadari oleh para perencana transportasi perkotaan sebagai pilihan mengembangkan kota yang salah.

Meningkatnya daya beli masyarakat mendorong kepemilikan kendaraan bermotor pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, yang pada akhirnya semakin sulit dikendalikan penggunaanya.

Beberapa faktor yang mendorong munculnya permintaan perjalanan, meliputi pendapatan rumah tangga dan alokasi biaya transportasi, kepemilikan kendaraan, pengaturan tata ruang yang mengatur pusat-pusat kegiatan dan pemukiman, harga bahan bakar dan tarif angkutan umum, pembatasan lalu lintas dan pengaturan lalu lintas, ketersediaan jaringan jalan (kualitas perkerasan, kecepatan) dan parkir.

Tantangan pengembangan transportasi perkotaan adalah dengan semakin berkembangnya kota, maka kebutuhan untuk melakukan mobilitas menjadi semakin tinggi. Solusi yang paling mudah adalah dengan menyediakan jalan yang semakin banyak.

Padahal, penambahan jalan akan memunculkan perjalanan baru (induced demand) yang pada akhirnya akan kembali menyebabkan kemacetan.

Keuntungan sesaat dengan penambahan jalan pada akhirnya akan memunculkan masalah yang lebih besar, seperti kebutuhan energi (bahan bakar) yang lebih banyak, kebutuhan ruang jalan lebih besar dan mengurangi ruang publik, polusi udara, suara dan partikulat, dan meningkatnya kecelakaan, karena paparan resiko yang semakin besar.

Solusi terbaik saat ini adalah tidak memperbesar kapasitas jalan, tetapi merubah perilaku pelaku perjalanan dari menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan umum yang lebih efisien baik dari ruang, energi dan biaya.

Sejalan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum dengan cara menyediakan layanan angkutan umum sebaik-baiknya, perlu juga disusun langkah-langkah untuk mendorong orang agar meninggalkan kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan umum.

Strategi ini dikenal dengan push and pull strategy, yaitu usaha untuk mendorong orang keluar dari kendaraan pribadi dan menarik orang agar menggunakan angkutan umum.

Menarik orang untuk menggunakan angkutan umum dilakukan dengan cara menyediakan angkutan umum yang memiliki keunggulan seperti kendaraan pribadi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas layanan.

Baca Juga:  Waspada Kecelakaan di Perlintasan Sebidang Saat Mobilitas Akhir Tahun

Kualitas dalam hal ini terkait dengan kemudahan diakses, keteraturan, fasilitas kendaraan maupun di simpul transportasi dan kehandalan.

Dari sisi kuantitas adalah ketersediaan yang kontinyu, dalam hal ini bagi pengguna menjadi mudah didapatkan dan ketersediaanya dapat menjadi bagian informasi dalam merencanakan kegiatan pengguna.

Selain menyediakan layanan angkutan umum yang setara dengan kendaraan pribadi, perlu juga didorong pengguna kendaraan pribadi untuk keluar dari kendaraannya dan berpindah menggunakan angkutan umum.

Pendekatan strategi efek dorong (push) dan tarik (pull) merupakan pasangan yang harus diimplementasikan bersama-sama, sebagai satu kesatuan strategi pengelolaan demand.

Strategi dorong (push strategy), dapat berupa pembatasan kendaraan pribadi, berupa jalan berbayar (kutipan kemacetan, polusi, kendaraan berat), pajak penjualan atau bea masuk impor kendaraan, sistem kuota kendaraan, parkir progresif, pembatasan dengan nomor plat kendaraan, penerapan kawasan rendah emisi, kawasan dengan batas kecepatan rendah.

Pengurangan mobilitas kendaraan pribadi dengan cara pembatasan kuota dan waktu parkir di dalam perkotaan, pengaturan zona, kawasan khusus pejalan kaki dan pesepeda.

Membatasi akses kendaraan pribadi, jalan berbayar, kutipan kemacetan, pajak penjualan/atau impor kendaraan, pajak jalan, sistem kuota kendaraan, parkir berbayar progresif, pembatasan nomor plat kendaraan, penerapan kawasan rendah emisi, kawasan dengan batas kecepatan 20 km per jam.

Strategi tarik (pull strategy) dapat dilakukan peningkatan layanan angkutan umum, berupa konektivitas dan integrasi sistem dan struktur tarif, pemberian prioritas pada koridor angkutan umum.

Insentif untuk perjalanan komuter angkutan umum berupa instentif tarif parkir bagi pengguna angkutan umum, tarif angkutan umum langganan lebih murah, free parkir sepeda.

Peningkatan kualitas layanan angkutan umum, berupa sistem bus rapid transit (BRT) dan jalur khusus (dedicated lane); reduksi pajak untuk kartu langganan, reduksi pajak untuk pesepeda dan pejalan kaki, peningkatan infrastruktur pedestrian dan lajur sepeda sebagai first dan last mile.

Kota Solo sudah menerapkan push strategy, yakni contra flow di sebagian ruas Jalan Slamet Riyadi. Tingkat keterisian penumpang (load factor) paling tinggi di antara 46 koridor yang dioperasikan di 10 kota.

Disamping itu, pemda juga bisa menerapkan aturan mewajibkan ASN angkutan umum BTS, terutama yang tempat tinggalnya dilewati.

Ke depan, perencanaan dari Bappenas (2023), yang dilakukan untuk mewujudkan kota cerdas (smart cities) dan angkutan massal yang berkelanjutan.

Pertama mendorong penyusunan rencana mobilitas perkotaan di wilayah metropolitan, kota besar, dan kota sedang yang terstandar, serta mengimplementasikan pendekatan Transport Demand Management (TDM), termasuk perencanaan aspek penataan angkutan logsitik perkotaan.

Kedua, pengembangan skema integrasi pendanaan dan kelembagaan pengelolaan dan pengoperasian angkutan umum massal di wilayah metropolitan.

Ketiga, mendorong e-mobility dan pengembangan ekosistem kendaraan berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

(Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat)

 

 

Kirim Komentar