Indonesia dan Jepang Tanda Tangan Kontrak Kerja Sama Senilai Rp3,30 Triliun

Pemerintah Indonesia dan Jepang melakukan penandatanganan kontrak kerja sama senilai US$200,8 juta atau setara Rp3,30 triliun dalam Forum Bisnis Indonesia – Jepang di Osaka, Jepang.

Menurut Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti, sebanyak 13 kerja sama yang disepakati meliputi produk kertas, pelet kayu, boga bahari (seafood), cokelat, dekorasi rotan, furnitur kayu, biji kopi, arang kayu, tenaga kerja, dan pengembangan bisnis biomassa.

“Kolaborasi antara kedua negara sebagai mitra dagang diharapkan makin kuat dan saling menguntungkan,” jelasnya dari keterangan di Jakarta.

Wamendag menyebutkan bahwa kinerja perdagangan bilateral Indonesia dan Jepang memiliki peluang pasar yang besar untuk dikembangkan pada sektor – sektor potensial.

Ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang menunjukkan tren positif 8,8% dalam lima tahun terakhir (2020 – 2024).

Ekspor utama Indonesia ke Jepang pada tahun 2024 didominasi batu bara (15,8% dari total ekspor Indonesia ke dunia), nikel (5,52%) dan konduktor elektrik (4,07%).

Di sisi lain, impor nonmigas Indonesia dari Jepang menunjukkan tren positif 8,21% dalam periode tersebut.

Impor utama Indonesia dari Jepang didominasi produk logam (3,03%), kendaraan bermotor (2,9%) dan tembaga (2,81%).

Sebagai mitra dagang dan investasi potensial, Indonesia sangat terbuka untuk kerja sama di sector – sektor strategis, termasuk di sektor energi hijau (renewable energy) dan produk berkelanjutan (sustainable product).

Dengan komitmen tinggi terkait isu lingkungan, Indonesia mampu menjadi mitra penting Jepang dalam menciptakan rantai pasok hijau dan mendorong transisi energi hijau di kawasan.

Sebelumnya, Roro melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak, seperti Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Japan – Indonesia Association (JAPINDA), ASEAN – Japan Centre (AJC) dan Chamber of Commerce and Industry (CCI) Jepang.

“Kami bertemu dengan sejumlah pihak untuk membahas berbagai isu terkait tatanan ekonomi baru, pemanfaatan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) oleh pelaku bisnis untuk meningkatkan perdagangan, dan kolaborasi dalam mempromosikan investasi dan perdagangan,” ungkap Wamendag.

Indonesia menargetkan 17% hingga 20% energi terbarukan pada tahun 2025 dan Pemerintah Indonesia menargetkan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 dapat mencapai 17% sampai dengan 20%.

Pengembangan pembangkit EBT terus diupayakan. Hingga tahun 2024, kapasitas EBT terpasang diperkirakan mencapai 14.800 MW.

Di sektor transportasi, pemerintah aktif mendorong pengembangan biofuel. Mandatori biodiesel yang berada di level B35 pada tahun 2024, akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2025.

Feby menyampaikan pemerintah juga berfokus pada sisi permintaan energi dengan mendorong pengembangan manajemen energi di sektor industri, bangunan dan rumah tangga.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2023, bangunan gedung yang menggunakan energi di atas 500 Ton Oil Equivalent (TOE) kini wajib menerapkan manajemen energi.

Demikian pula untuk sektor industri, pengguna energi di atas 4.000 TOE (sebelumnya 6.000 TOE) juga wajib menerapkan manajemen energy, dengan harapan, kebijakan ini akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT 23% dapat dicapai pada tahun 2030 dan hingga tahun 2045 ditargetkan proporsinya sebesar 46%.

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 – 2034, akan ada penambahan pembangkit EBT sebesar 42,5 GW dan pembangunan storage atau penyimpanan energi sebesar 10,2 GW hingga tahun 2034.

Proyeksi penambahan kapasitas EBT berdasarkan jenisnya hingga tahun 2030 mencakup PLTS sekitar 17 GW, PLTA 11,7 GW, hidro 11 GW, energi bayu sekitar 7 GW, dan pengembangan pembangkit lain seperti energi laut sekitar 40 MW. I

 

 

Kirim Komentar