INDONESIA PERLU SUSUN VISI TAKTIS KETAHANAN PANGAN LIMA TAHUN KEDEPAN

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua pihak untuk mewaspadai kelangkaan pangan yang disebabkan oleh perubahan iklim dan situasi geopolitik dunia.

“Kenaikan suhu bumi, kekeringan di mana-mana, kemarau panjang, sehingga menyebabkan gagal tanam, menyebabkan gagal panen dan super El Nino yang ada di tujuh provinsi di negara kita juga memengaruhi pasokan pangan pada rakyat Indonesia,” katanya saat pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di JI-EXPO, Kemayoran, Jakarta.

Menurut Presiden, kondisi itu masih ditambah yang kedua, untuk yang pertama ancaman perubahan iklim, yang kedua juga yang berkaitan dengan geopolitik dunia, yang juga berpengaruh pada pasokan pangan.

Jokowi menyampaikan, krisis geopolitik dunia yang menyebabkan kelangkaan pangan itu disebabkan oleh perang antara Rusia dan Ukraina.

Perang dua negara penghasil gandum terbesar itu menyebabkan sebanyak 207 juta ton gandum tidak bisa diekspor karena alasan keamanan.

“Jadi, yang terjadi adalah di Afrika, di Asia maupun di Eropa kekurangan pangan itu betul-betul nyata dan terjadi. Harga yang naik secara drastic, bahkan kemarin saya membaca sebuah berita, di satu negara maju di Eropa, anak-anak sekolah banyak yang sudah tidak sarapan pagi,” tuturnya.

Kelangkaan pangan yang terjadi di seluruh dunia tersebut, Joowi menambahkan, membuat sebanyak 22 negara menghentikan ekspor pangan, termasuk beras, untuk mengamankan pasokan di negaranya masing-masing.

“Ada Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan, dan Myanmar terakhir juga akan masuk lagi tidak mengekspor bahan pangannya. Betapa nanti kalau ini diterus-teruskan ini semua harga bahan pokok pangan semuanya akan naik,” jelasnyanya.

Oleh sebab itu, Presiden menegaskan perlunya visi taktis yang memuat rencana kerja detail dalam lima tahun hingga 10 tahun ke depan terkait dengan program kedaulatan pangan.

Baca Juga:  INDONESIA JADI TUAN RUMAH “GPDRR 2022”

Menurutnya, kedaulatan pangan sangat diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk yang terus bertambah.

“Kita tahu penduduk kita sudah 278 juta jiwa. Dunia juga sudah lebih dari 8 miliar, penduduk dunia dan akan terus bertambah. Di tahun 2030 diperkirakan sudah mencapai 310 juta, karena pertumbuhan penduduk kita 1,25% kenaikannya per tahun,” ungkapnya.

Artinya sekali lagi, kata Presiden, pangan menjadi kunci, seperti yang disampaikan oleh Bung Karno, pangan merupakan mati hidupnya suatu bangsa. “Itu betul sekali, beliau sudah melihat kejadian yang sekarang kita dialami.”

Jokowi menjelaskan, visi taktis yang memuat rencana kerja detail tersebut juga diperlukan untuk merencanakan jumlah pembangunan infrastruktur penunjang produksi pangan, seperti irigasi dan embung.

Presiden juga menilai, jumlah infrastruktur penunjang produksi pangan di Indonesia masih kurang dibandingkan dengan negara-negara lain.

“Karena waduk kita mungkin sampai tahun depan baru akan tambah kira-kira 61 waduk. Total waduk kita kurang lebih nanti plus 230 berarti kurang lebih 300-an waduk,” katanya.

Jumlah tersebut, lanjutnya, masih sangat kecil sekali kalau dibandingkan dengan Korea, dengan China, belum ada 10%.

“Artinya, masih perlu kerja keras untuk menyelesaikan infrastruktur yang berkaitan dengan pangan yang kita miliki,” ujarnya. I

Kirim Komentar