Pemerintah mengambil langkah strategis dalam menghadapi potensi perang dagang, termasuk kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara mitra dagang.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, strategi utama yang dijalankan adalah memperluas pasar ekspor dan pengamanan pasar dalam negeri.
Demikian disampaikan saat menjadi pembicara kunci (keynote speaker) pada Kajian Tengah Tahun (KTT) Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) di Jakarta, baru – baru ini.
KTT INDEF 2025 mengusung tema Masa Depan Ekonomi Indonesia di Tengah Perang Dagang dan Konflik Timur Tengah.
Mendag menyebutkan, strategi menghadapi perang dagang ada dua. Pertama, memperluas pasar ekspor Indonesia ke luar negeri dengan peningkatan perjanjian dagang, seperti Indonesia – Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia – European Union CEPA dan lainnya. “Kedua, pengamanan pasar dalam negeri.”
Tahun 2025, dia menambahkan, Indonesia memiliki perkembangan signifikan dalam diplomasi perdagangan antara lain dengan Kanada, Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), Uni Eropa dan Tunisia.
Namun, meskipun implementasi perjanjian – perjanjian tersebut belum dapat dilakukan tahun ini, dampak psikologisnya sudah terasa di kalangan pelaku usaha.
“Ketika pemerintah mempercepat proses perundingan, hal ini mendorong pelaku usaha untuk semakin bergairah dalam mencari mitra melalui kegiatan business matching atau business forum, mereka menyadari kerja sama yang tengah dijajaki ini memiliki prospek yang baik ke depannya,” ujar Mendag.
Dia menjelaskan, pemerintah juga fokus pada penguatan pasar dalam negeri, karena strategi ini penting untuk mencegah produk – produk impor masuk ke pasar domestik, terutama sebagai dampak akibat perang dagang.
“Pengamanan pasar dalam negeri dilakukan melalui instrumen, seperti trade remedies, termasuk pengenaan bea masuk tindakan pengamanan dan antidumping untuk produk – produk tertentu,” tuturnya.
Mendag menjelaskan, peningkatan daya saing industri dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terus menjadi prioritas pemerintah.
Upaya ini didorong melalui kemitraan antara pelaku UMKM dan ritel modern yang diwujudkan lewat berbagai program, seperti Belanja di Indonesia Aja (BINA) dan Holiday Sale.
“Kalau produk UMKM berkualitas dan berdaya saing, dengan sendirinya mencegah produk impor mendominasi di dalam negeri, tapi kalau tidak berkualitas, ritel juga pasti akan keberatan,” ungkapnya.
Mendag menambahkan, strategi lainnya yaitu melalui program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) yang mencakup strategi berbasis sumber daya (resource based) dan strategi berbasis pasar (market based).
“Berani Inovasi artinya kita memikirkan bagaimana agar UMKM bisa menembus pasar ekspor, mulai dari kesiapan sumber daya, produk hingga manajemennya,” katanya.
Mengenai Siap Adaptasi, berkaitan dengan strategi berbasis pasar, seperti cara menembus pasar tujuan ekspor.
Menurut Mendag, untuk mendukung hal ini, pemerintah telah mengoptimalkan jaringan perwakilan dagang di luar negeri yang berperan memasarkan produk – produk Indonesia di pasar internasional.
“Kami mempunyai 46 perwakilan dagang yang terdiri atas atase perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang tersebar di 33 negara. Mereka berperan mempertemukan eksportir Indonesia dengan calon pembeli melalui kegiatan pitchingdan business matching,” ujarnya.
Kinerja ekspor Indonesia menunjukkan tren yang positif meskipun dunia tengah menghadapi ketidakpastian global.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia pada periode Januari – Mei 2025 tercatat mengalami kenaikan sebesar 6,98% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dengan total ekspor sebesar US$111,98 miliar.
Adapun negara penyumbang surplus dagang tertinggi, yaitu Amerika Serikat, India dan Filipina.
“Secara volume ekspor Indonesia meningkat meskipun komoditasnya tidak banyak berubah. Amerika Serikat kini menjadi negara tujuan ekspor tertinggi kita untuk Januari – Mei 2025, menggeser India ke posisi kedua,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menyampaikan harapannya agar ketidakpastian global tidak hanya dipandang sebagai risiko, tetapi juga sebagai peluang untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Kami berharap tekanan fiskal dan tekanan eksternal yang disebabkan oleh tensi geopolitik itu bisa kita lalui dengan baik. Pada akhirnya, ketidakpastian global ini tidak hanya menghadirkan risiko, tetapi juga menjadi peluang membangun fondasi ekonomi yang kuat,” jelasnya. I
Kirim Komentar