Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) berhasil mengungkap praktik perakitan dan perdagangan produk telepon seluler (ponsel) pintar (smartphone) ilegal dengan nilai ekonomis Rp17,62 miliar.
Pengungkapan temuan produk ponsel pintar dan aksesorinya yang tidak sesuai ketentuan ini dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso di Ruko Green Court, Jakarta Barat yang sekaligus menjadi tempat perakitan pada Rabu (23/7/2025).
”Kami telah mengamankan ponsel pintar dan aksesori ilegal senilai Rp17,62 miliar. Praktik ilegal ini tentunya telah merugikan negara dan merugikan konsumen, karena produk yang dijual tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan,” jelasnya.
Temuan ini merupakan bukti komitmen Kemendag untuk terus memberantas praktik perdagangan ilegal demi melindungi konsumen dan menciptakan iklim usaha yang sehat.
Mendag menjelaskan, temuan ini merupakan hasil pengawasan khusus untuk produk ponsel pintar yang ditindaklanjuti berdasarkan pengawasan kegiatan perdagangan secara daring (online).
Temuan tersebut terdiri atas 5.100 unit produk ponsel berbagai merek senilai Rp12,08 miliar dan 747 koli berisi aksesori, casing serta pengisi daya baterai (charger) senilai Rp5,54 miliar.
“Pada 15 Juli 2025, kami melakukan penelusuran setelah mendapatkan informasi dari masyarakat. Tempat ini diketahui sebagai tempat memproduksi smartphone ilegal. Menurut keterangan pelaku, ada 5.100 unit produk ponsel yang kami amankan tersebut dihasilkan dalam waktu satu minggu,” jelasnya.
Mendag mengungkapkan, kegiatan ini diduga telah berlangsung sejak pertengahan tahun 2023.
Berdasarkan hasil temuan, modus operandi pelaku usaha adalah merakit ponsel dengan menggunakan suku cadang bekas (mesin) yang diduga asal impor.
Suku cadang tersebut diimpor dari Batam dan diperkirakan berasal dari Tiongkok.
Kemudian, melengkapinya dengan aksesori baru (speaker, kamera, LCD dan lainnya), serta mengemasnya menyerupai ponsel pintar baru tersegel.
Produk ponsel pintar ilegal ini selanjutnya dijual secara online melalui marketplace.
Menurut Mendag, dugaan pelanggaran yang teridentifikasi, yaitu melakukan kegiatan perdagangan tanpa izin/legalitas dan mengimpor barang (sparepart) ponsel pintar dalam keadaan tidak baru.
Selain itu, memalsukan merek atas produk yang dimiliki pihak lain (pemegang merek), memproduksi dan memperdagangkan ponsel pintar dari bahan baku rekondisi berbagai merek (Vivo, Redmi, Oppo), memiliki International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang tidak resmi, serta memperdagangkan produk ponsel pintar tanpa memiliki Tanda Pendaftaran Petunjuk Penggunaan dan Kartu Jaminan (MKG).
Mendag mengimbau para pelaku usaha untuk lebih berhati – hati dan bertanggung jawab dalam menjual produknya, khususnya di platform daring.
Dia menjelaskan, produk yang dijual harus dipastikan legal dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Mendag Busan juga mengimbau masyarakat agar berhati – hati dalam membeli produk elektronik, baik secara langsung maupun daring.
“Selalu pastikan produk yang dibeli sesuai dengan ketentuan. Jangan tergiur dengan harga yang lebih murah, tetapi tidak ada jaminan kualitas dan keamanannya,” tuturnya.
Menurut Mendag, Kemendag akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain yang terkait pelanggaran tersebut, karena sejumlah pelanggaran yang ditemukan masuk dalam ranah kewenangan institusi lain.
“Kemendag akan terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain. Ini mengingat terdapat pelanggaran yang terkait dengan kewenangan aparat penegak hukum lainnya,” tegasnya.
Direktur Jenderal PKTN Moga Simatupang menambahkan, kegiatan perakitan atau distribusi barang elektronik, terutama produk, seperti ponsel pintar yang digunakan secara luas oleh masyarakat, wajib memenuhi seluruh ketentuan perundang – undangan.
“Pelanggaran seperti ini sangat merugikan konsumen dan mengganggu persaingan usaha yang sehat,” ujarnya.
Menurut Moga, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dikenai sanksi pidana dan administratif berdasarkan undang – undang, serta peraturan yang berlaku.
Sanksi pidana dapat dikenakan berdasarkan Pasal 111 jo. Pasal 47 ayat (1) Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang – Undang, Pasal 100 ayat (1) Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (1) huruf a dan b Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 52 jo. Pasal 32 Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, serta Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Sanksi pidana di antaranya dapat berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar,” ungkap Moga.
Sanksi administratif dapat dikenakan berdasarkan Pasal 166 jo. Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan dan Pasal 424 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
“Sanksi administratif dapat berupa penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, pemusnahan barang dan/atau, pencabutan perizinan berusaha,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Badan Reserse Kriminal Kepolisian Helfi Assegaf menyatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan Kemendag dalam menindaklanjuti perkara yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana merek, perlindungan konsumen, dan pelanggaran Undang – Undang Telekomunikasi.
Perwakilan dari Deputi IV Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan Budi Hermawan menuturkan, ekspose ini merupakan wujud konkret dari komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan keamanan nasional.
Perwakilan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum Cecep Sarip Hidayat menyampaikan komitmennya untuk terus mendukung upaya penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual.
Senada, perwakilan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Rusman Hadi yang juga hadir dalam ekspose tersebut menyampaikan komitmennya dalam mendukung penegakan hukum yang dilakukan.
Dia menyebutkan, barang – barang bekas yang berasal dari Batam dapat dipastikan merupakan barang ilegal, karena tidak berizin.
“Kami sebagai bagian dari Satuan Tugas Intelijen dalam Desk Pemberantasan siap mendukung penuh upaya penindakan dan pencegahan yang dilakukan,” kata Rusman.
Turut hadir dalam acara tersebut, yaitu perwakilan dari Badan Reserse Kriminal Kepolisian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Hukum, serta Kementerian Perindustrian. I