Sebagai bentuk implementasi Rencana Aksi Nasional Penanganan Kendaraan Lebih Dimensi dan Lebih Muatan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tengah menyusun Pedoman Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam Penyelenggaraan Fasilitas Penimbangan.
Nantinya, kata Direktur Prasarana Transportasi Jalan Toni Tauladan, PKS ini dilakukan antara Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) dengan Pengelola Kawasan pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia.
“Sesuai ketentuan Pasal 35 Permenhub Nomor PM 18 Tahun 2021 tentang Pengawasan Muatan Angkutan Barang dan Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan, pengoperasian fasilitas penimbangan di kawasan dapat dilakukan oleh pengelola kawasan sesuai standar operasional yang ditetapkan oleh Pemerintah,” katanya pada kegiatan Rapat Koordinasi Tata Kelola Penyelenggaraan Fasilitas Penimbangan Selain Pada Jalan Nasional dan Jalan Strategis Nasional di Jakarta.
Dalam hal ini, Ditjen Hubdat turut serta mendukung adanya sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak demi mewujudkan sistem logistik nasional yang lebih berkeselamatan.
Sebagaimana yang disampaikan Presiden dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR pada 17 April 2025 bahwa penanganan kendaraan Over Dimension Over Loading (ODOL) merupakan prioritas nasional yang harus melibatkan lintas sektor.
“Kelebihan muatan dan dimensi kendaraan tidak hanya menimbulkan kerusakan jalan dan infrastruktur, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan, kemacetan, konsumsi bahan bakar, serta emisi gas buang,” jelas Toni.
Oleh karena itu, untuk penyeragaman pengoperasian fasilitas penimbangan di kawasan khususnya dalam aspek kelembagaan, teknis, maupun mekanisme pelaporan data ke sistem nasional (Jembatan Timbang Online), dibutuhkan suatu pedoman PKS.
“Rapat teknis ini menjadi langkah awal penyusunan pedoman Perjanjian Kerjasama yang mengatur bentuk, struktur, dan mekanisme pelaksanaan kerja sama antara BPTD dengan pengelola kawasan industri, pelabuhan, dan terminal barang dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas penimbangan kendaraan bermotor,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, pihaknya berharap dapat menghasilkan Draft awal Pedoman Teknis Perjanjian Kerja Sama antara BPTD dan Pengelola Kawasan Industri, Rumusan kesepahaman antarpemangku kepentingan terkait tata kelola kerja sama penyelenggaraan fasilitas penimbangan.
Selain itu, diharpkan menghasilkan juga Daftar isu dan masukan teknis dari peserta rapat untuk penyempurnaan pedoman dan kebijakan lanjutan, serta Rekomendasi model implementasi awal (pilot project) kerja sama fasilitas penimbangan di kawasan strategis.
Pada kesempatan yang sama Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik Tory Damantoro mengungkapkan, reformasi logistik nasional dimulai dari gerbang kawasan industri, yang kini menjadi titik utama penegakan standar muatan dan prosedur operasional.
Setiap muatan wajib ditimbang di seluruh kawasan industri, dilengkapi sertifikat muatan digital (CoL), dan mengikuti standarisasi unit muatan, seperti palet, kemasan dan kepadatan.
Prosedur pemuatan diatur melalui SOP nasional yang terintegrasi dengan teknologi modern, termasuk ANPR, CCTV dan pusat data terpadu.
Dengan sistem ini, maka jalan raya berfungsi hanya sebagai lokasi cek ulang (verfikasi). “Ini menegaskan prinsip bahwa kawasan industri adalah gerbang penegakan hukum primer, sedangkan jalan raya hanya untuk pengawasan sehingga pengawasan kendaraan barang lebih efektif.”
Sementara itu PT JIEP sebagai pilot project kawasan industri akan berkomitmen penuh mendukung implementasi Zero ODOL 2027 melalui kerja sama formal dengan Kementerian Perhubungan, dengan menyediakan lokasi, fasilitas dan infrastruktur pendukung.
Komitmen penyediaan lainnya termasuk area WIM, integrasi sistem E-Gate dan dukungan keamanan, serta pengaturan lalu lintas sambil memfasilitasi operasional pengawasan kendaraan barang di kawasan demi suksesnya kebijakan Zero ODOL 2027.
Rapat ini diharapkan menjadi forum penyelarasan dan perumusan pedoman nasional PKS yang dapat memperkuat tata kelola penyelenggaraan fasilitas penimbangan di kawasan secara efektif, akuntabel dan terintegrasi dengan sistem pengawasan kendaraan bermotor nasional, sehingga tercipta sinergi nyata antara pemerintah dan pengelola kawasan dalam mendukung kebijakan Zero ODOL. I



