Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Penyusunan Pedoman Pariwisata Tangguh” guna merancang validasi konsep alat ukur dan profil resiliensi destinasi pariwisata.
Jadi, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf Frans Teguh, dapat dijadikan sebagai landasan penyusunan program penanggulangan bencana di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tanah air.
“Pariwisata merupakan sektor yang sangat rentan dari potensi krisis, padahal pariwisata menjadi salah satu lokomotif penggerak roda perekonomian nasional,” katanya dalam sambutan FGD di The Ritz Carlton Jakarta, pada Selasa (6/6/2023).
Frans Teguh menuturkan, saat ini tingkat resiliensi destinasi pariwisata di Indonesia belum memiliki standar pengukuran, sehingga Indonesia memerlukan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa tangguh destinasi pariwisata Indonesia.
“Indikator-indikator dalam buku pedoman yang kita susun ini diharapkan dapat digunakan untuk mengukur Tourism Resilience Index yang sejalan dengan Permenparekraf Nomor 9 tahun 2021,” ujarnya.
Profesor Kobe University, sekaligus Ketua Tim Cerdas Antisipasi Risiko-Bencana Indonesia Mizan Bisri menyatakan, serangkaian bencana baik alam maupun non alam yang terjadi di Indonesia dan berimbas besar terhadap pariwisata telah memberikan pembelajaran penting.
“Banyak sektor produktif di Indonesia belum siap dalam merespons bencana yang berdampak pada kerusakan dan kerugian yang besar, sehingga diperlukan suatu upaya pengeloaan risiko bencana pada sektor pariwisata,” jelasnya.
Sementara itu, Direktorat Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappenas Abdurrachman Rafi menekankan pentingnya komunikasi publik untuk meningkatkan travel confident wisatawan.
“Kita perlu bersinergi, berkolaborasi, untuk menyiapkan bagaimana ketahanan bencana di destinasi itu bisa disusun perencanaannya dan dilaksanakan pembangunannya. Juga bagaimana kita bisa menyampaikan hasilnya kepada wisatawan untuk meningkatkan travel confident wisatawan itu sendiri untuk memberikan kepercayaan dan rasa aman wisatawan untuk berwisata di Indonesia,” tuturnya.
Senada dengan yang disampaikan Abdurrachman Rafi, Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf/Baparekraf I Gusti Ayu Dewi Hendriyani menegaskan, aspek komunikasi krisis menjadi salah satu indikator dari pilar dan kriteria yang diperlukan dalam peningkatan resiliensi pariwisata.
“Pemerintah fokus pada kualitas, pada destinasi tangguh, apapun yang kita hasilkan perlu kita sampaikan kepada masyarakat melalui media,” tegasnya.
Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Kementerian Dalam Negeri Danang Insita Putra mengatakan selain pentingnya kepercayaan wisatawan terhadap pariwisata, keamanan, dan keselamatan, serta keberlanjutan destinasi wisata, merupakan aspek yang sangat penting untuk pengurangan risiko bencana bagi sektor pariwisata.
“Penguatan sektor pariwisata tangguh memiliki banyak manfaat, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, tapi juga untuk membentuk masyarakat tangguh. Penanggulangan bencana tidak hanya menjadi tugas satu sektor tapi lintas sektor oleh sebab itu membutuhkan dukungan bersama,” katanya.
Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata Badan Pusat Statistik (BPS) Harmawanti Marhaeni mengapresiasi penyusunan pedoman yang bertujuan menciptakan destinasi yang tangguh ini.
Dia juga mengingatkan bahwa positioning indikator-indikator yang disusun terhadap indeks yang dimiliki kementerian/lembaga lainnya yang saling berkaitan jangan sampai menimbulkan kesimpangsiuran.
“Indikator itu banyak, indeks banyak dan ada overlaping. Sehingga positioning antara alat ukur itu harus diperhatikan jangan sampai muncul ego sentris dan membuat bingung user siapa yang harus dipercaya,” ungkapnya. I