Kemenperin Dukung Pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) konsisten mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, termasuk dalam mendorong produksi baterai kendaraan listrik.

Seiring dengan dilaksanakannya program percepatan ini, populasi kendaraan listrik di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.

Pada tahun 2024, total populasi kendaraan listrik di Indonesia mencapai 207.000 unit atau meningkat sebesar 78% dibandingkan dengan tahun 2023 yang berjumlah 116.000 unit.

Perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia ini semakin tumbuh, dengan kapasitas yang jauh melampaui perkembangan pasar.

“Hal ini juga didorong dari berbagai kebijakan strategis dari pemerintah, termasuk memberikan kepastian dan kemudahan usaha, penyusunan roadmap, serta pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN),” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/4).

Kemenperin menargetkan, pada tahun 2030, industri otomotif di dalam negeri dapat memproduksi 9 juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga, serta 600.000 unit mobil dan bus listrik.

Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton secara total.

Selanjutnya, hingga saat ini, di Indonesia sudah ada 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 2,28 juta unit per tahun dan total investasi sebesar Rp1,13 triliun.

Kemudian, terdapat sembilan perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 70.060 unit per tahun dan investasi sebesar Rp4,12 triliun.

Ada pula, tujuh perusahaan yang memproduksi bus listrik, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 3.100 unit per tahun dan total investasi sebesar Rp0,38 triliun.

“Jadi, keseluruhan investasi tersebut sebesar Rp5,63 triliun. Investasi ini yang perlu kita jaga, karena membawa multiplier effect bagi perekonomian kita, termasuk pada peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia,” ungkap Menperin.

Oleh karena itu, adanya informasi terkait mundurnya LG Energy Solution dari investasi proyek kendaraan listrik (EV) di Indonesia, tidak perlu dikhawatirkan karena akan digantikan dengan mitra investasi baru dari perusahaan Tiongkok, yakni Huayou.

Baca Juga:  KEMENPAREKRAF AJAK PELAKU USAHA PAREKRAF BERSIAP MASUK PASAR MODAL

Perusahaan yang berkantor pusat di Tongxiang Zhejiang ini bergerak dalam kegiatan penelitian, pengembangan dan manufaktur material baterai lithium-ion energy, serta material kobalt. Komponen tersebut biasanya digunakan untuk elektronik hingga kendaraan listrik.

Dalam sebuah konsorsium bisnis atau proyek skala besar, lanjut Menperin, pergantian investor merupakan hal yang lazim terjadi. Ini tidak mengganggu dari target program pengembangan EV di Indonesia.

“Akselerasi pengembangan untuk ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tetap berjalan sesuai perencanaan dan targetnya, apalagi sudah ada yang berproduksi,” tuturnya.

Saat ini, sudah ada dua perusahaan yang memproduksi baterai untuk motor listrik, yaitu PT Industri Ion Energisindo yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 10.000 pcs baterai per tahun dan investasi sebesar Rp18 miliar dan PT Energi Selalu Baru yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 12.000 pcs baterai per tahun dan investasi sebesar Rp15 miliar.

Sementara itu, terdapat dua industri baterai sel untuk mobil listrik, yaitu PT HLI Green Power, yang merupakan konsorsium antara Hyundai Grup dan LG sebagai produsen sel baterai, dengan kapasitas tahap pertama sebanyak 10 GWh dengan total nilai investasi mencapai US$1,1 miliar.

Industri sel baterai ini akan memasok 150.000 hingga 170.000 unit kendaraan bermotor listrik melalui PT Hyundai Energy Indonesia selaku industri baterai pack yang memiliki kapasitas produksi mencapai 120.000 pack baterai kendaraan bermotor listrik dengan total investasi sebesar Rp674 milliar.

Kedua, PT International Chemical Industry yang memiliki kapasitas produksi mencapai 100 MWh per tahun (setara dengan 9 juta sel), dengan target total kapasitas produksi sebesar 256 MWh per tahun (setara dengan 25 juta sel).

Selain PT Hyundai Energy Indonesia terdapat 1 produsen baterai pack lain, yaitu PT Gotion Green Energy Solutions Indonesia yang memiliki total nilai investasi lebih dari USD8,7 juta dengan kapasitas produksi sebesar 17.952 unit per tahun.

Baca Juga:  Kemenperin Pacu Ekspor AC Hingga 10 Juta Unit per Tahun

Kemenperin juga menyatakan dengan tegas bahwa pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang juga menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Semangat ini sesuai dengan misi Asta Cita Bapak Presiden, yakni melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri,” ungkapnya.

Kemenperin telah memacu hilirisasi nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik.

“Ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia, khususnya nikel dan membuat industri baterai EV nasional lebih mandiri dan kompetitif, sehingga tidak lagi bergantung pada impor,” ujarnya.

Bahkan, Kemenperin turut mendorong pengembangan teknologi daur ulang baterai dalam mendukung terciptanya ekosistem baterai kendaraan listrik secara terintegrasi.

Hal ini bertujuan untuk memastikan keberlanjutan industri baterai kendaraan listrik di Indonesia.

“Jadi, kami ingin adanya integrasi industri baterai EV dari hulu (pengolahan nikel) hingga hilir (produksi baterai), termasuk dalam pengembangan teknologi daur ulangnya,” tutur Menperin.

Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, pemerintah juga memberikan insentif baik kepada konsumen maupun terhadap industri manufaktur.

Insentif kepada konsumen, antara lain PPnBM 0 persen dan PPN DTP, BBN dan PKB KBLBB 0% dari dasar pengenaan pajak, suku bunga yang rendah dan uang muka 0%, diskon tambah daya listrik, serta pelat nomor khusus.

Sementara itu, insentif kepada industri manufaktur, meliputi tax holidaymini tax holidaytax allowance, fasilitas Bea Masuk (Master List), BMDTP, dan Super Tax Deduction.

“Dengan adanya sejumlah insentif ini untuk produsen, diharapkan akan memicu produksi berbagai jenis kendaraan listrik di Indonesia, sehingga juga terciptanya ekosistem yang kuat dan berdaya saing,” jelasnya. I

 

Kirim Komentar