Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) bersama dengan Bank Indonesia (BI) membahas optimalisasi nilai remitansi pekerja migran yang selama ini menjadi salah satu sumber devisa negara.
Menurut Wakil Menteri (Wamen) P2MI Christina Aryani, pencatatan remitansi pekerja migran harus dibenahi.
Salah satunya, dia menambahkan, mengacu pada data pekerja migran Indonesia (PMI), baik yang berangkat secara prosedural maupun nonprosedural.
“Kami sepakat harus dilakukan revisi untuk data pekerja migran yang digunakan sebagai acuan, karena ada beberapa kondisi yang sebelumnya tidak masuk dalam catatan Bank Indonesia, karena belum terintegrasinya sistem,” jelasnya.
Oleh karena itu, Wamen Christina menambahkan, salah satu upaya yang didorong Kementerian P2MI adalah kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Imigrasi untuk integrasi sistem data.
Adapun Kementerian P2MI memiliki Siskop2mi, Kemlu punya Peduli WNI dan ada SIMKIM di Kementerian Imigrasi.
Kerja sama ini, untuk mendata warga negara Indonesia atau pekerja migran yang telah bekerja lebih dari enam bulan di luar negeri dan perlintasan keluar masuk pekerja migran Indonesia.
“Dengan integrasi ini, akan bisa didapat data terkini yang lebih representatif,” tegasnya.
Selain itu, Wamen P2MI juga menyoroti perbedaan signifikan antara biaya pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia dibandingkan negara lain, khususnya Filipina yang menjadi benchmark penempatan pekerja migran dunia.
Berdasarkan informasi yang ia terima, biaya transfer uang ke Filipina hanya berkisar 1% smapai dengan 3 % dari jumlah yang dikirim, sedangkan transfer ke Indonesia berada di angka 4% hingga 9%.
“Selama ini kita masih bergantung pada pihak ketiga atau third party services yang biayanya cukup tinggi. Ini jadi beban tersendiri bagi pekerja migran kita,” ungkap Wamen Christina.
Untuk itu, lanjutnya, perlu untuk mendorong kebijakan yang menurunkan biaya remitansi, dan skema remitansi lain dengan biaya yang lebih murah bagi pekerja migran, sehingga manfaat remitansi dapat dirasakan lebih besar oleh pekerja migran dan keluarganya di tanah air.
“Kalau datanya sudah update, kita punya dasar kuat untuk mengadvokasi kebutuhan ini. Termasuk melibatkan pemerintah daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Riza Tyas Utami Hirsam menambahkan, penguatan data jumlah PMI untuk penguatan data remitansi ini berlaku bagi pekerja migran prosedural dan nonprosedural.
“Nantinya, Kementerian P2MI bisa segera mendorong kerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi untuk mencatat jumlah pekerja migran,” ujarnya.
Harapannya, kata Riza, datanya menjadi lebih bagus dan Bank Indonesia bisa lebih memahami perilaku pekerja migran untuk dapat diambil kebijakan – kebijakan yang lebih tepat. I