Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga terus meningkatkan kemantapan jalan nasional Pantai Utara (Pantura) Jawa.
Peningkatan kondisi jalan bertujuan untuk memperlancar konektivitas jalur Pantura yang merupakan salah satu urat nadi transportasi dan logistik, di samping Jalan Tol Trans Jawa maupun jalan lintas Tengah, Selatan, dan Jalur Pantai Selatan (Pansela) Jawa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Hedy Rahadian menjelaskan, alokasi anggaran preservasi untuk meningkatkan kemantapan Jalan Pantura tahun 2023 adalah untuk Jalan Pantura wilayah Banten sebesar Rp137 miliar atau naik dari tahun 2022 sebesar Rp109 miliar.
Untuk Jalan Pantura wilayah Jawa Barat dari Rp331 miliar menjadi Rp302 miliar, Jawa Tengah dari Rp203 miliar naik menjadi Rp543 miliar dan Jawa Timur dari Rp365 miliar menjadi Rp348 miliar.
Total anggaran preservasi jalan nasional di Pantura dari tahun 2018 hingga tahun 2023 sebesar Rp6,52 triliun.
“Memang ini masih sangat kurang dibanding dengan beban jalan nasional kita di Pantura, tapi bagaimana mengoptimalisasi penganggaran preservasi jalan nasional menggunakan program IRMS V3 sebagai tools untuk menghitung kebutuhan anggaran dalam satu tahun,” kata Dirjen Hedy Rahadian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Secara teknis, Hedy Rahadian menjelaskan bisnis proses pemrograman dan penganggaran preservasi, yaitu running Integrated Road Management System (IRMS) menggunakan survei kondisi jalan Semester II tahun sebelumnya.
Data tersebut di input dalam Sistem Masukan Data (SMD) dan selanjutnya dilakukan penajaman dengan balai di Ditjen Bina Marga untuk menyesuaikan rekomendasi penanganan hasil running IRMS dengan kondisi lapangan.
“Baru kemudian Bina Marga melakukan pemaketan untuk penyusunan dokumen anggaran,” kata Hedy.
Menurutnya, secara keseluruhan panjang jalan nasional lintas Utara atau biasa disebut Jalan Pantura dari wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sepanjang 1.219,43 km dengan kemantapan 96,15%.
Artinya masih sekitar 4% atau 60 km hingga 70 km dalam kondisi kurang mantab.
Hedy menuturkan kondisi tersebut disebabkan karena terjadi penurunan kemantaban jalan, khususnya di Pantura wilayah Jawa Tengah dari 97,45% (2020) menjadi 89,36% (2023).
“Permasalah Pantura secara umum adalah daerah yang suka terkena banjir, seperti di Jawa Tengah di wilayah Utara Kudus dan Pati. Jalan ini kan sangat sensitif dengan kondisi basah,” jelasnya.
Namun, Hedy menambahkan, untuk tahun 2023 Pantura Wilayah Jawa Tengah sudah dianggarkan Rp543 miliar atau terbesar sejak enam tahun terakhir untuk perbaikan-perbaikan.
Menurut Hedy, selain genangan banjir di lokasi Jalan Pantura, fenomena lain juga perlu menjadi perhatian adalah presentase kendaraan berat yang melintasi Jalan Pantura lebih besar dibandingkan dengan Jalan Tol Trans Jawa.
Berdasarkan data kondisi lapangan, lebih dari 80% kendaraan masih memilih jalan nasional sebagai jalur untuk melintasi Pantura, sehingga distribusi kendaraan belum merata dan beban terbesar masih pada jalan nasional.
Terdapat kenaikan jumlah kendaraan berat di jalan nasional yang menyebabkan umur rencana pada perkerasan jalan tidak tercapai.
“Pada tahun 2022 komposisi kendaraan berat di jalan nasional mencapai 31,16% dan terdapat kenaikan dibandingkan 2021 yang sebesar 24,13%,” ungkap Hedy.
Pimpinan Rapat Komisi V DPR Andi Iwan Darmawan Aras mengatakan, Jalur Pantura merupakan ruas jalan yang memiliki nilai strategis, karena melintasi berbagai kota/kabupaten besar di Pulau Jawa, sehingga penanganan jalan harus dilakukan secara komprehensif.
“Karena posisi yang strategis ini volume kendaraan yang melintas juga tinggi, termasuk kendaraan logistik. Untuk itu, dibutuhkan penanganan jalan yang optimal agar kemantapan jalan selalu terjaga dan ketersediaan sarana dan prasarana jalan yang memadai untuk mencegah kecelakaan lalu lintas,” kata Andi Iwan. I