Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menyatakan, mendukung upaya pemerintah untuk melakukan efisiensi perizinan, sehingga lebih menarik minat investasi dan memperkuat industri domestik.
“Di dunia industri Indonesia, ada daftar urutan hambatan investasi. Hambatan nomor satu itu masalah regulasi, mulai dari perizinan, perpajakan, pengadaan tanah, macam – macam,” jelasnya dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Dia menuturkan, tingginya realisasi investasi di Indonesia sepanjang Kuartal I/2025 harus bisa dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan daya beli dan mensejahterakan masyarakat.
Untuk mewujudkan itu, lanjutynya, hal pertama yang harus dilakukan adalah memberi kemudahan bagi investor untuk bisa memulai kegiatan bisnis.
Jumhur menilai dari realisasi investasi tersebut, turut menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih memangkas perizinan, sehingga semakin banyak tenaga kerja yang terserap oleh industri dan mengurangi jumlah pengangguran.
Dia menyatakan, KSPSI sangat percaya pemerintah bisa merealisasikan misi mensejahterakan rakyat, terlebih Presiden Prabowo Subianto sangat mengedepankan dialog dengan semua elemen rakyat untuk membangun Indonesia.
Selain itu, pertengahan tahun 2024, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merilis hasil riset yang menyebutkan cost of doing business atau biaya yang dikeluarkan untuk berbisnis pengusaha di Indonesia paling tinggi dibandingkan empat negara tetangga lainnya, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Biaya tinggi yang dikeluarkan pengusaha di antaranya untuk membayar logistic dan bunga pinjaman bank.
Biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya 13% dan tertinggal jauh dari Singapura yang hanya 8%.
Kemudian, suku bunga kredit di Indonesia berkisar antara 8% hingga 14%, lebih tinggi dari empat negara lainnya yang hanya 4% sampai dengan 6%.
“Biaya logistik turunin, bayar bunga bank jangan ketinggian. Kasihan pengusaha. Dia pinjam duit untuk modal harus bayar bunga 14% hingga 15%,” jelas Jumhur.
Bunga tinggi yang diminta perbankan sebagai syarat pemberian kredit, lanjutnya, adalah salah satu contoh hal tidak produktif.
“Negara tetangga bisa cuma 6% hingga 7%, lalu kenapa bunga bank di Indonesia harus sampai 13% sampai dengan 15% untuk UMKM dan lain – lain,” ungkapnya.
Jadi, Jumhur menambahkan, keuntungan sebagian besar diambil untuk hal – hal yang tidak produktif, tapi kalau itu dikembalikan ke perusahaan dan dikembalikan ke buruh, maka akan menjadi daya beli, serta jadi penghidupan lagi bagi yang lain,” tuturnya.
Kementerian Investasi dan Hiliriasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi selama periode Januari – Maret 2025 atau Kuartal I/2025, mencapai Rp465,2 triliun.
Angka tersebut meningkat 15,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp401,5 triliun. I