Indonesia sebagai laboratorium kebencanaan memiliki peran untuk menjadi center of excellent dalam bidang kebencanaan, karena berbagai jenis sumber bencana alam yang terjadi di Indonesia sudah lengkap.
Mengutip dari World Risk Index (WRI) 2023, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan indeks risiko bencana alam tertinggi setelah Filipina dengan skor 43,5 WRI.
Berdasarkan data kejadian bencana ini, seharusnya banyak hal yang bisa dipelajari untuk dijadikan modalitas bahan studi sampai menjadi inovasi dan teknologi dalam pengurangan risiko bencana.
Layaknya mendiagnosa suatu penyakit, pendekatan deteksi sumber bahaya dapatĀ dilakukan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Udrekh menjelaskan, pengetahuan tentang risiko, teknologi, diseminasi dan respon masyarakat membentuk sebuah siklus yang dapat membuat sistem peringatan dini semakin akurat dalam mendeteksi bencana di masa depan.
Idealnya, semakin berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi maka deteksi bencana akan semakin akurat dan dampak kerugian akan semakin berkurang.
Hal ini sejalan dengan prinsip pengurangan risiko dan resiliensi berkelanjutan dengan salah satu komponennya yaitu mendorong Sains, Engineering, Teknologi dan Inovasi dalam unsur perencanaan pembangunan.
Perkembangan teknologi peringatan dini tidak lepas dari keterlibatan berbagai unsur termasuk akademisi, perekayasa dan industri swasta.
Dalam acara NGOPI (Ngobrol Pintar) Bareng BNPB di Studio Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agustan mengatakan, ada berbagai macam produk Early Warning System (EWS) yang sudah dikembangkan oleh perekayasa dan peneliti untuk mendeteksi gejala alam hidrometeorologi dan seismotektonik.
Contohnya sensor tinggi muka air, Alat Deteksi Longsor (ADeL), SIJAMPANG, Rapid Timer, dan Rumah Tahan Gempa. Berbagai inovasi ini dinilai sudah siap diindustrialisasikan secara masal dan dimanfaatkan oleh BNPB sebagai end user.
Deniji dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM) adalah contoh lain dari inovasi teknologi kebencanaan anak bangsa.
Alat ini mempunyai kemampuan dalam mendeteksi naiknya muka air pada jalur aliran sungai sebagai alat peringatan dini yang akan diteruskan ke masyarakat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.
Winaryo menjelaskan, data yang terekam oleh sensornya bisa dipantau secara real time melalui website dan telegram, sehingga masyarakat umum bisa mendapatkan informasi secara bebas.
Selain itu, data harian tersebut tersimpan secara otomatis ke dalam database yang dapat dipergunakan untuk penelitian.
Deniji merupakan salah satu dari banyak teknologi inovasi anak bangsa yang perlu didukung untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat pusat studi kebencanaan.
Bencana adalah urusan bersama yang melibatkan unsur pentahelix. Salah satu peran dunia usaha dilakukan oleh PT Pamerindo dengan mendukung penyelenggaraan kebencanaan tingkat regional Asia berlabel ADEXCO (Asian Disaster Management and Civil Protection Expo and Conference), yang merupakan bagian dari serangkaianĀ konferensi Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR).
Acara ini memberikan kesempatan bagi inovator teknologi kebencanaan yang siap bekerja sama dalam penggunaan teknologi anak bangsa untuk terlibat dalam pameran.
Harapannya dengan mengikuti pameran, jejaring regional dan nama teknologi anak bangsa dapat dikenal lebih luas dan memasuki dunia industrialisasi internasional.
Adrian menambahkan, Pameran ADEXCO dan konferensi GFSR yang akan diselenggarakan di JIEXPO Kemayoran pada 11-14 September 2024, adalah sebuah platform internasional milik bangsa Indonesia.
Event ini dapat menjadi wadah pertemuan pelaku industri dalam dan luar negeri, sehingga teknologi anak bangsa yang berkualitas mendapatkan kesempatan untuk masuk dunia industri dan ekspor ke luar negeri. I