Pasaman Equator Festival Perkuat Daya Tarik Wisata

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno berkesempatan menyaksikan Hari Titik Kulminasi Matahari yang menjadi puncak penyelenggaraan Pasaman Equator Festival di Tugu Khatulistiwa Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat (Sumbar).

“Fenomena alam yang kita saksikan hari ini sangat luar biasa,” katanya dalam sambutannya pada Pasaman Equator Festival yang berlangsung di Tugu Khatulistiwa Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumbar, akhir pekan lalu.

Hari Titik Kulminasi Matahari adalah hari dimana matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit, sehingga menyebabkan bayangan akan berada tegak lurus, seolah-olah tanpa bayangan.

Sandiaga meyakini kehadiran Pasaman Equator Festival yang rutin dilakukan setiap tahunnya oleh BMKG dan pemerintah daerah setempat akan memperkuat daya tarik wisata di Kabupaten Pasaman, Sumbar yang dikenal sebagai land of equator.

“Posisi strategis Pasaman sebagai daerah Khatulistiwa dan juga tempat kelahiran Tuanku Imam Bonjol menjadi storynomics yang kuat sebagai modal pengembangan pariwisata di kawasan Pasaman,” ujar Sandiaga.

Sandiaga secara langsung memberikan instruksi kepada Sekretaris Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf/Baparekraf Oni Yulfian untuk memetakan beberapa pola perjalanan.

Jadi, Kabupaten Pasaman juga sebagai kontributor pergerakan wisatawan nusantara, yang tahun 2024 ditargetkan sebanyak 1,5 miliar pergerakan.

“Kami juga mendorong sebuah terobosan dimana desa wisata di Pasaman bisa masuk menjadi bagian dari ekosistem ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia). Harapannya ke depan Pasaman Equator Festival dapat menjadi festival berkelas nasional,” jelasnya.

Sementara itu, Bupati Pasaman Sabar A.S. menjelaskan, dengan ikon utama yang unik, yakni berada di garis khatulistiwa, menjadikan Pasaman sebagai daya tarik wisata.

Ikon unik ini menjadi sebuah diferensiasi tersendiri bagi Pasaman sebagai destinasi wisata yang berbeda dengan tempat wisata lainnya.

Baca Juga:  Komitmen Protokol Kesehatan untuk Destinasi Wisata

“Karena itu kami terus berbenah untuk mengembangkan wisata selain kawasan Bonjol sebagai kawasan wisata terpadu, terintegrasi,” tegas Sabar.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Penelituan dan Pengembangan BMKG Rahmat Triono menambahkan, fenomena khatulistiwa ini terjadi dua kali dalam setahun, yakni pada Maret dan September, karena pergerakan semu matahari seolah-olah matahari bergeser ke Utara dan Selatan.

“Saya pun berharap fenomena alam ini mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat, sehingga pariwisata di daerah Pasaman dikenal secara luas,” tuturnya.

Selain perayaan Titik Kulminasi Matahari, Pasaman Equator Festival menghadirkan rangkaian acara lainnya, yakni seminar astronomi, keberagaman budaya di Khatulistiwa, talkshow dengan tema “bedah langit Khatulistiwa Bonjol untuk Indonesia dan dunia” dan perayaan Hari Meteorologi ke-74 Dunia.

Turut hadir dalam Pasaman Equator Festival, Mayor Jendral TNI Heriyanto Syaputra, Sekretaris utama BMKG Dwi Budi Sutrisno, Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy, Rektor ITERA Lampung Prof. I Nyoman Pugeg Aryantha dan para pejabat daerah lainnya. I

 

Kirim Komentar