Pembangunan Tahap I Pabrik Bahan Anoda Baterai Litium di KEK Kendal akan Memproduksi 80.000 ton Bahan Anoda per Tahun

Pembangunan Tahap I pabrik bahan Anoda Baterai Litium di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah akan memproduksi 80.000 ton bahan anoda per tahun dengan investasi mencapai US$478 juta atau sekitar Rp7,72 triliun.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan pabrik tersebut menyatakan, dengan adanya pabrik ini ekosistem hilirisasi kendaraan listrik di Indonesia mulai terwujud.

“Jadi yang kita impikan sebuah ekosistem besar kendaraan listrik yang kuat dan terintegrasi satu per satu mulai kelihatan,” katanya, Rabu (7/8/2024).

Menurut Jokowi, pihak PT Indonesia BTR New Energy Material dari Tiongkok mampu membangun pabrik dalam waktu sangat cepat.

Baru 10 bulan lalu komitmen investasi ditandatangani di Beijing, lanjutnya, tetapi kini pabrik sudah berhasil dibangun di Indonesia.

Jokowi menyatakan, kecepatan pembangunan ini menjadi bukti kemajuan Indonesia, jadi negara yang cepat saat ini akan mengalahkan negara yang lambat.

“Saya sangat menghargai kecepatan pembangunan pabrik ini. Baru 10 bulan yang lalu kita tanda tangan di Beijing, tahu-tahu pabriknya sudah jadi,” ungkapnya.

Kepala negara menjelaskan, meskipun saat ini masih banyak barang yang diimpor untuk pembuatan anoda baterai di Kendal, dia yakin pabrik ini dapat menjadi lompatan bagi industri di Indonesia.

Jokowi memaparkan natural graphite yang digunakan di pabrik ini masih diimpor dari Afrika, tetapi artificial graphite sudah bisa diproduksi diambil dari kilang Pertamina di Riau. Dua bahan ini bisa dijadikan bahan anoda untuk membuat baterai.

Bahan anoda  adalah komponen utama dari pembentuk baterai lithium. Bahan anoda bertindak sebagai sumbu negatif dalam sebuah baterai, sedangkan sumbu positifnya adalah katoda.

Untuk katoda sudah bisa diproduksi dari pengolahan nikel yang sudah dilakukan di Indonesia.

Baca Juga:  Imbauan Menhub Angkutan Perkotaan Beralih kepada Kendaraan Listrik

Menurut Presiden, dengan adanya pabrik yang memproduksi anoda, bila Indonesia ingin membuat sebuah baterai saat ini cuma kekurangan lithium saja.

Material lithium bisa diimpor dari Australia, kemudian Indonesia juga sudah punya nikel yang bisa dijadikan katoda dan prekursor.

“Jadi, terintegrasi semuanya dan jadi barang setengah jadi kita akan jadi pemasok masuk ke global supply chain,” tegas Jokowi.

Sebagai informasi, artificial graphite diperoleh dari pengolahan petroleum coke yang merupakan produk sampingan dari pengolahan minyak mentah, bisa dikatakan petroleum coke adalah limbah yang memiliki nilai tinggi.

Petroleum coke yang diubah menjadi artificial graphite itu didapatkan langsung dari pengolahan minyak bumi di Kilang Pertamina Dumai, Riau.

Menurut Jokowi, produksi 80.000 ton anoda per tahun dapat dikonversi menjadi mobil listrik sekitar 1,5 juta unit.

Apabila pabrik PT BTR sudah bisa beroperasi penuh produksinya bisa mencapai 160.000 ton anoda, artinya per tahun Indonesia bisa mengkonversi 3 juta unit mobil listrik.

“Produksi 80 juta ton anoda ini kalau dijadikan ke mobil ini akan jadi 1,5 juta mobil listrik. Sangat besar sekali. apalagi ditambah 80.000 produksi di industri ini maka akan jadi 3 juta mobil listrik per tahunnya. Ini sebuah jumlah yang besar sehingga kita akan jadi pemasok terbesar, baik EV battery maupun kendaraan listriknya,” jelas Presiden.

Rencana pembangunan ekosistem kendaraan listrik yang telah diputuskan beberapa tahun lalu kini mulai menunjukkan hasil, meskipun terdapat tantangan awal, seperti larangan ekspor nikel yang memicu pro dan kontra, serta gugatan dari Uni Eropa, keputusan tersebut telah membuahkan hasil signifikan.

“Sekarang sudah US$34 billion nilai dari ekspor nikel kita. Dari yang sebelumnya Rp33 triliun melompat menjadi kira-kira Rp510 triliun, lompatan yang sangat besar meskipun sekali lagi awal-awal banyak yang tidak setuju,” ujar Presiden.

Baca Juga:  FGD Penanganan Kendaraan Listrik dengan Angkutan Penyeberangan Digelar Ditjen Hubdat

Presiden Jokowi juga menyoroti perkembangan industri smelter nikel dan bauksit di beberapa daerah di tanah air. Mulai dari smelter nikel dan turunannya di Morowali dan Weda Bay, smelter dari PT Freeport dan PT Amman di Sumbawa dan Gresik, hingga smelter bauksit di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

“Jadi, kalau semuanya jadi sekali lagi ekosistemnya akan terbangun kita akan bisa masuk ke global supply chain yang itu akan memberikan nilai tambah yang besar baik masalah rekrutmen tenaga kerja maupun terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” ungkap Presiden. I

 

Kirim Komentar