Pembangunan infrastruktur bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga melibatkan peran strategis pemerintah daerah (pemda) di semua tingkatan.
Hal itu disampaikannya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, dalam pidatonya pada International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), baru – baru ini.
Dalam forum internasional tersebut, Mendagri menambahkan, tantangan pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
Kondisi geografis membuat pembangunan infrastruktur membutuhkan pendekatan yang beragam dan saling melengkapi.
“Tidak mudah membangun infrastruktur. Kita juga memerlukan kombinasi transportasi udara, transportasi laut dan transportasi darat. Selain itu, tentu saja, transportasi digital,” ujar Mendagri.
Dia menekankan, Indonesia menganut sistem desentralisasi atau otonomi daerah, karena berdampak langsung terhadap tata kelola pembangunan, termasuk infrastruktur.
Terkait dengan pengelolaan anggaran, Mendagri menuturkan bahwa dari total anggaran nasional sekitar Rp4.000 triliun (setara US$252 miliar), sebanyak Rp938 triliun ditransfer ke daerah.
Jika ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai sekitar Rp402 triliun, maka total anggaran yang dikelola oleh 552 pemerintah daerah, terdiri atas 38 provinsi, 98 kota dan 416 kabupaten, mencapai sekitar Rp1.300 triliun.
“Dari anggaran dan sistem pemerintahan, Anda bisa melihat sejak awal bahwa ini cukup kompleks,” tegasnya.
Mendagri menjelaskan, pembangunan infrastruktur di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah.
Pembagian kewenangan ini memungkinkan setiap tingkatan pemerintahan menjalankan peran sesuai skala wilayah dan kebutuhannya.
Dia mencontohkan, pembangunan jalan nasional menjadi wewenang pemerintah pusat, sedangkan jalan provinsi ditangani oleh gubernur dan jalan kota, serta kabupaten menjadi tanggung jawab wali kota dan bupati.
Bahkan, lanjutnya, pembangunan infrastruktur di tingkat desa juga didorong melalui alokasi dana desa yang telah berlangsung sejak tahun 2015.
“Mereka bisa menggunakan dana itu untuk membangun sistem jalan di tingkat desa juga,” ungkapnya.
Dalam satu dekade terakhir, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah telah menunjukkan hasil nyata di berbagai sektor infrastruktur.
Mulai dari pembangunan sumber daya air, permukiman, jalan, transportasi darat dan udara, pelabuhan, hingga sistem irigasi, serta infrastruktur desa. “Setidaknya kami telah mencapai sejumlah target, seperti sumber daya air.”
Dia menyebutkan, hingga tahun 2025, panjang jalan provinsi telah mencapai lebih dari 50.000 kilometer (km), sementara jalan kabupaten dan kota hampir 500.000 km.
Desa – desa pun telah membangun lebih dari 33.000 km jalan, ditambah jembatan kecil, pasar desa, tambatan perahu, embung, penahan tanah, fasilitas olahraga, dan akses air bersih.
Mendagri mengatakan, pentingnya pembagian kewenangan dan urusan pemerintahan yang jelas antara pusat dan daerah dalam pembangunan infrastruktur.
Kedepannya, dia mendorong agar kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan terus diperkuat.
“Kita perlu memperkuat kolaborasi dan sinergi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur, baik secara nasional dengan pendekatan whole of government, bukan hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah, termasuk semua pemerintah daerah. Kolaborasi dan sinergi adalah kata kuncinya,” ujar Mendagri. I