Pemerintah Sosialisasi Hasil COP29 dan Luncurkan RBC-4

Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup menyosialisasikan hasil Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) sambil meluncurkan pendanaan berbasis kontribusi tahap keempat (RBC-4) di Jakarta.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan sejumlah capaian utama dari COP29 yang digelar di Baku, Azerbaijan pada 11 – 24 November 2024.

Capaian tersebut antara lain kesepakatan Baku Climate Unity Pact yang mencakup pembiayaan iklim oleh negara maju untuk negara berkembang, yakni New Collective Quantified Goal (NCQG) sebesar US$300 miliar per tahun pada 2035.

“Meski jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan pendanaan iklim sebesar US$1,3 triliun per tahun pada 2035, terdapat peningkatan dari komitmen sebelumnya sebesar US$100 miliar per tahun,” kata Menteri Hanif.

Hasil COP29 berikutnya adalah kesepakatan Pasal 6 Perjanjian Paris mengenai mekanisme kerja sama pemenuhan National Determined Contribution (NDC).

“Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC,” ujarnya.

Disepakati pula Agenda Loss and Damage (LnD) Fund berupa pencanangan pendanaan sebesar US$731 juta oleh negara maju untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Di Baku, Indonesia juga menginisiasi pernyataan bersama dengan Friends of Ocean untuk mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut terhadap NDC.

Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo yang turut hadir dalam sosialisasi itu menegaskan, sikap no complaints and no demands dari Pemerintah Indonesia, yakni tak ada keluhan maupun tuntutan apapun kepada komunitas internasional.

“Sebaliknya, Indonesia menawarkan ide – ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim,” ungkapnya.

Menurut Hasyim, Indonesia berencana membangun pembangkit listrik berkapasitas 103 giga watt, yang 75% di antaranya menggunakan energi terbarukan seperti angin, air, panas bumi dan biomassa.

Bahkan, lanjutnya, Indonesia juga berencana membangun pembangkit listrik bertenaga nuklir dan gas alam.

“Program lain yang ditawarkan adalah kredit karbon sebesar 577 juta ton CO2e. Selain itu, Indonesia menawarkan kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi,” tuturnya.

Hashim juga meluruskan pemberitaan mengenai sikap Indonesia di COP29 yang sempat disebut akan melakukan phase out Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Dia menegaskan bahwa Indonesia tidak akan melakukan phase out, melainkan phase down, alias menurunkan jumlah PLTU batu bara.

Dia turut menyampaikan persetujuan Presiden Prabowo Subianto mengenai rencana restorasi masif serta upaya menggiatkan perhutanan sosial.

Perihal reforestasi dijelaskan lebih lanjut oleh Menteri kehutanan Raja Juli Antoni yang menyebutkan, Presiden Prabowo mengarahkan program rehabilitasi lahan kritis seluas 12,7 juta hektare.

Menurutnya, hal itu tengah ditindaklanjuti melalui penyiapan peta jalan dan perencanaan strategis terkait reforestasi lahan kritis.

“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” ungkap Raja Juli.

Sepanjang COP29, delegasi Indonesia melalui Tim Paviliun Indonesia juga telah menampilkan 44 unjuk bincang yang melibatkan 215 pembicara dari berbagai elemen masyarakat untuk menyampaikan beragam keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain itu, tercapai pula sejumlah kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis di venue COP29 sebagai landasan penting aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak.

Selain sosialisasi hasil COP29, pemerintah Indonesia dan Norwegia meluncurkan RBC-4 sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.

Peluncuran dilakukan oleh Menteri LH, Menhut, serta Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin, berupa pembayaran pendanaan sebesar US$60 juta atas capaian Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca tahun 2019 – 2020.

Sebelumnya, Indonesia telah menerima tiga kali pembayaran pendanaan, yakni US$56 juta untuk pengurangan emisi tahun 2016 – 2017 sebesar 11,2 juta ton CO2e dan US$100 juta sebagai pembayaran kedua dan ketiga untuk pengurangan emisi 2017 – 2019 sebesar 20 juta ton CO2e.

Menhut Raja Juli, RBC-4 sebagai kelanjutan kemitraan, baik Indonesia – Norwegia dalam kerangka kerja sama FOLU Net Sink 2030 dan komitmen kerja sama yang baik, kolaborasi, serta tindakan kolektif menghadapi tantangan lingkungan global.

“Hal ini memastikan kami memegang kendali dan memberikan pengaruh yang menentukan dalam mencapai Net Zero Emissions pada 2060 atau bahkan lebih cepat,” katanya. I

 

 

Kirim Komentar