Menanggapi masih banyaknya bus yang menggunakan klakson telolet dan berdampak pada keselamatan jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) mengimbau agar seluruh operator bus tidak lagi menggunakan klakson telolet.
Direktur Sarana Transportasi Jalan, Danto Restyawan menyampaikan turut berbela sungkawa dan prihatin atas kejadian kecelakaan yang melibatkan korban anak kecil dan bus Sinar Dempo dengan klakson telolet yang terjadi di Pelabuhan Penyeberangan Merak, dalam penyataannya di Jakarta pada Selasa (19/3/2024).
Dia menuturkan, dengan adanya rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), penggunaan klakson telolet dapat menyebabkan kehabisan pasokan udara atau angin, sehingga berdampak pada fungsi rem kendaraan yang kurang optimal.
“Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah memberikan surat edaran kepada seluruh Dinas Perhubungan se-Indonesia agar lebih memperhatikan dan memeriksa penggunaan komponen tambahan seperti klakson telolet pada setiap angkutan umum saat melakukan pengujian berkala,” ungkapnya.
Ditjen Hubdat juga mengimbau setiap penguji tidak meluluskan kendaraan angkutan umum yang melakukan pelanggaran, seperti adanya pemasangan klakson telolet.
Aturan terkait penggunaan klakson pun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
“Pada pasal 69 disebutkan bahwa suara klakson paling rendah 83 desibel atau paling tinggi 118 desibel dan apabila melanggar akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp500.000,” tutur Danto.
Dalam hal ini, Ditjen Hubdat akan terus mengingatkan semua operator bus agar tidak menuruti keinginan masyarakat, terutama anak-anak untuk memasang dan membunyikan klakson telolet, karena berbahaya dan berpotensi menyebabkan kecelakaan di jalan.
“Kami akan meningkatkan pengawasan saat pengujian berkala kendaraan dan meminta pihak kepolisian untuk menindak operator bus yang melanggar ketentuan agar tidak terjadi kejadian berulang,” jelasnya. I