Surplus Neraca Perdagangan Nasional Semester I/2025 Capai US$19,48 Miliar

Neraca perdagangan Indonesia selama Semester I/2025 menunjukkan kinerja menggembirakan dengan surplus kumulatif sebesar US$19,48 miliar.

Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, nilai ini meningkat signifikan dari Semester I/2024 yang sebesar US$15,58 miliar.

“Surplus periode ini menjadi bukti nyata ketahanan dan daya saing ekspor nasional di tengah dinamika ekonomi global yang masih menghadapi berbagai tantangan,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

Surplus Semester I/2025, terutama didorong oleh meningkatnya surplus nonmigas menjadi US$28,31 miliar dari Semester I/2024 yang senilai US%25,69 miliar.

Surplus nonmigas Semester I/2025 sebagian besar disumbang oleh perdagangan dengan beberapa negara mitra utama.

Sementara itu, surplus tertinggi dicatatkan dengan Amerika Serikat (AS) sebesar US$9,92 miliar, disusul India US$6,64 miliar dan Filipina US$4,36 miliar.

“Khusus perdagangan periode Juni 2025, Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$4,10 miliar. Capaian ini menandai keberlanjutan tren surplus selama 62 bulan berturut – turut sejak Mei 2020,” jelas Mendag.

Dia menjelaskan, secara kumulatif, total ekspor Indonesia pada Semester I/2025 adalah US$135,41 miliar atau tumbuh 7,70% dibandingkan dengan Semester I/2024 (CtC).

Pertumbuhan ekspor ini melampaui target pertumbuhan ekspor nasional untuk tahun 2025 yang sebesar 7,10%.

Peningkatan ekspor tersebut turut ditopang pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 8,96% menjadi US$128,39 miliar (CtC).

Sektor industri pengolahan mendominasi ekspor nonmigas dengan kontribusi 83,81%, disusul pertambangan dan lainnya (13,55%) dan pertanian (2,64%).

Secara kumulatif, ekspor pertanian naik sebesar 49,77% melalui dorongan komoditas kopi, kelapa dan manggis.

Ekspor industri pengolahan juga naik sebesar 16,57%, tetapi sektor pertambangan dan lainnya turun 25,21% (CtC).

Tiga komoditas nonmigas utama dengan pertumbuhan ekspor tertinggi, yakni kakao dan olahannya (HS 18) yang meroket hingga 129,86%, kopi, teh dan rempah – rempah (HS 09) 86,50%, serta timah dan barang daripadanya (HS 80) 80,88%.

Jika dilihat dari negara tujuannya, Tiongkok, Amerika Serikat dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas dengan nilai total US$53,07 miliar atau 41,34% dari total ekspor nonmigas nasional pada Semester I/2025.

Sementara itu, negara tujuan ekspor dengan lonjakan tertinggi secara kumulatif antara lain, Swiss dengan kenaikan 111,20%, Arab Saudi (49,53%), Thailand (45,20%), Bangladesh (38,09%), dan Singapura (28,95%).

Berdasarkan kawasannya, ekspor ke Asia Tengah mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 92,78%, diikuti Afrika Barat sebesar 57,37% dan Afrika Timur 52,35%.

Sementara itu, khusus periode Juni 2025, ekspor Indonesia mencapai US$23,44 miliar atau turun 4,78% dibandingkan dengan Mei 2025 (MoM), tetapi tumbuh 11,29% dibandingkandengan Juni 2024 (YoY).

Kenaikan ini, terutama didorong ekspor nonmigas yang naik 12,61% meskipun ekspor migas tercatat turun 9,85% (YoY).

Pada Juni 2025, peningkatan ekspor nonmigas ditopang kenaikan harga komoditas utama ekspor Indonesia di pasar dunia, seperti minyak kelapa sawit, timah, aluminium, dan emas.

Baca Juga:  Perekonomian Nasional Optimis Hadapi Downside Risks Ekonomi Global

Peningkatan ekspor juga ditopang kondisi perdagangan global yang lebih kondusif akibat kesepakatan dagang Amerika Serikat dan Tiongkok.

Selain itu, membaiknya pertumbuhan ekonomi sejumlah negara pada Triwulan II/2025, seperti AS yang tumbuh 3,00%, Tiongkok 1,10% dan Singapura 1,40% (QtQ) turut mendorong peningkatan ekspor.

“Secara kumulatif, impor Indonesia pada Semester I/2025 mencapai US$115,94 miliar atau tumbuh 5,25% (CtC). Peningkatan ini didorong oleh impor nonmigas yang naik 8,60% menjadi US$100,07 miliar,” jelasnya.

Struktur impor Semester I/2025 masih didominasi bahan baku/penolong dengan pangsa 71,38%, diikuti barang modal (19,84%) dan barang konsumsi (8,78%).

Dibandingkan dengan Semester I/2024, terjadi kenaikan impor barang modal sebesar 20,90% dan impor bahan baku/penolong sebesar 2,56% (CtC), sedangkan impor barang konsumsi turun 2,47%.

Menurut Mendag, kinerja ini menunjukkan pemulihan industry dan kenaikan impor bahan baku/penolong mencerminkan sinyal positif bahwa industri berjalan baik.

“Kami harap, kenaikan impor ini dapat berkontribusi pada kinerja ekspor industri manufaktur pada bulan mendatang,” ungkapnya.

Impor barang modal dengan kenaikan tertinggi meliputi Central Processing Unit (CPU), komponen telepon seluler, instrumen dan peralatan navigasi, mobil listrik, serta ponsel pintar.

Selain itu, produk bahan baku/penolong dengan lonjakan impor tertinggi, yaitu logam mulia, biji kakao, barang kimia untuk cakramelektronik, sulfur, dan naptha.

Di sisi lain, impor barang konsumsi turun terutama untuk bensin, bawang putih, dan pendingin ruangan.

Sementara itu, komoditas impor nonmigas dengan peningkatan tertinggi antara lain, kakao dan olahannya (HS 18) yang naik 179,57%, logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) 129,77%, serta kapal, perahu dan struktur terapung (HS 89) 82,43%.

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia pada Semester I/2025 didominasi Tiongkok, Jepang dan AS dengan kontribusi gabungan mencapai 52,30% terhadap total impor nonmigas.

Sementara itu, negara asal impor dengan kenaikan tertinggi adalah Ekuador sebesar 136,37%, Uni Emirat Arab 89,92% dan Arab Saudi 29,81%.

Khusus periode Juni 2025, kinerja impornya tercatat sebesar US$19,33 miliar. Nilai ini turun 4,82% dibandingkan dengan Mei 2025 (MoM), tetapi meningkat 4,28% dibandingkan Juni 2024 (YoY).

Mendag menekankan pada penguatan kinerja perdagangan tahun 2025 ditempuh melalui penyelesaian sejumlah perundingan perdagangan internasional.

Beberapa target utama pada tahun 2025 meliputi penyelesaian IndonesiaUni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), penandatanganan Indonesia – Kanada CEPA, penyelesaian Indonesia – Peru  CEPA, dan penandatanganan  Indonesia – Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) CEPA dan IndonesiaTunisia Preferential Tariff Agreement (PTA).

Selain itu, terdapat sejumlah perundingan yang masih berlangsung, seperti Indonesia – Gulf Cooperation Council (GCC) Free Trade Agreement (FTA), ASEAN – Kanada FTA, Indonesia – Turki PTA, Indonesia – Sri Lanka PTA, dan Indonesia – Mercosur CEPA.

“Tahun ini, sudah banyak terselesaikan perjanjian dagang. Selanjutnya, kita akan masuk ke pasar Afrika. Mudah – mudahan, paling tidak, tahun ini sudah mulai pendekatan – pendekatan ke negara Afrika,” ungkapnya.

Baca Juga:  Indonesia Catatkan Surplus pada Neraca Perdagangan April 2025

Sementara itu, untuk merespons kebijakan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menyiapkan serangkaian strategi untuk melindungi pasar dalam negeri, sekaligus memperkuat posisi ekspor Indonesia di pasar global.

Strategi ini sekaligus bertujuan menjaga keberlanjutan industri nasional dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di tengah dinamika perdagangan internasional.

Langkah – langkah yang ditempuh, antara lain intensifikasi perundingan dan diplomasi dengan Amerika Serikat, penataan kebijakan perdagangan, pengamanan pasar dalam negeri dan keberlanjutan industri nasional, serta optimalisasi kebijakan instrument, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

Langkah  lainnya adalah perluasan pasar ekspor melalui percepatan perundingan dagang dan promosi ekspor, serta peningkatan diplomasi perdagangan regional dan multilateral.

Mendag menyatakan, Kemendag terus mendorong pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Ekspor melalui Program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor.

Dia menegaskan, komitmen Kemendag dalam penguatan daya saing melalui program UMKM BISA Ekspor tersebut.

Kemendag menggelar penjajakan kerja sama bisnis (business matching) rutin, baik secara daring maupun luring, dengan melibatkan 46 perwakilan perdagangan di 33 negara akreditasi.

Sepanjang Januari – Juli 2025, telah terlaksana 410 business matching, terdiri atas 268 presentasi bisnis (pitching) dan 142 pertemuan dengan buyer.

Kegiatan ini telah menghasilkan potensi transaksi US$90,04 juta, terdiri atas potensi transaksi sebesar US$34,95 juta dan pesanan (purchase order) US$55,09 juta.

“Sekitar 70% dari UMKM yang difasilitasi melalui business matching dengan perwakilan perdagangan di luar negeri belum pernah ekspor. Jadi, ini sesuatu yang bagus untuk meningkatkan atau membuat UMKM bisa naik kelas,” ujar Mendag.

Guna memperkuat pengembangan produk ekspor, Kemendag fokus pada peningkatan kualitas produk melalui sertifikasi dan pengembangan desain.

Berbagai program digulirkan agar dapat memperkuat daya saing produk nasional,   terutama UMKM.

Untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha di pasar global, Kemendag mengembangkan kapabilitas sumber daya manusia ekspor.

Kemendag juga membuka Pusat Ekspor (Export Center) untuk menyediakan layanan informasi peluang pasar, konsultasi standar negara tujuan hingga pendampingan ekspor.

Selain itu, Kemendag juga mendukung pemenuhan sertifikasi produk sebagai persyaratan ekspor untuk negara – negara tertentu dan produk – produk tertentu, pelatihan ekspor, hingga fasilitasi UMKM pada Trade Expo Indonesia ke-40 yang akan mengundang buyer dari berbagai negara.

“Produk UMKM sebenarnya sudah siap ekspor, tetapi sebagian besar belum terstandardisasi. Kita akan mengoptimalkan produk – produk UMKM berpeluang ekspor melalui berbagai strategi peningkatan daya saing. Misalnya, pengembangan produk ekspor, pengembangan pelaku usaha ekspor dan pengembangan pasar ekspor,” katanya. I

Kirim Komentar