Tren Relokasi Industri ke Indonesia Terlihat Dampak Tarif 10% Amerika Serikat

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Septian Hario Seto menilai tren relokasi industri ke Indonesia sudah terlihat dalam satu bulan terakhir, sebagai dampak dari pengenaan tarif 10% oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang impor Tiongkok.

Seto menjelaskan, dalam satu bulan terakhir, DEN mendapatkan laporkan beberapa relokasi industri yang dilakukan ke Indonesia, salah satunya dengan peletakan batu pertama sebuah pabrik di daerah Jawa Barat.

“Ada satu yang kemarin saya dilaporkan melakukan groundbreaking pabrik di Jawa Barat. Itu dengan ekspor 100% ke Amerika. Jadi ini sudah ada trennya kelihatan. Tapi saya kira kita perlu kerja lebih keras supaya tadi makin banyak yang pindah dan relokasi ke Indonesia,” jelasnya saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta.

Dalam pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto, Seto dan anggota DEN lainnya, yakni Chatib Basri dan Firman Hidayat melaporkan sejumlah dampak dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.

Salah satu kebijakannya, yakni Amerika Serikat resmi menerapkan tarif impor baru kepada Kanada, Meksiko dan China setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif.

Perintah eksekutif tersebut menetapkan tarif 25% untuk barang impor Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk barang impor Tiongkok.

Menurut Chatib Basri, perang dagang antara AS dan Tiongkok, serta pengenaan tarif impor sebesar 10% tersebut berpotensi membuat perusahaan dengan basis produksi dari Tiongkok akan memindahkan industrinya ke negara – negara yang tidak dikenakan tarif impor, salah satunya Indonesia.

Oleh karena itu, Indonesia harus bisa memanfaatkan kesempatan dari kondisi ini, mengingat negara tetangga Vietnam juga menjadi sasaran investasi bagi perusahaan untuk melakukan relokasi industri.

“Karena ada relokasi dari basis produksi dari China kepada Vietnam dan mungkin kalau Vietnam nanti terlalu penuh akan lari kepada Indonesia. Jadi, ada semacam simulasi yang dilakukan dari perhitungannya itu menguntungkan Indonesia,” tutur Chatib.

Baca Juga:  Kampus Vokasi Kemenperin Terapkan Kurikulum Industri 4.0

Di sisi lain, Indonesia harus melakukan reformasi untuk menarik peluang itu, mulai dari perbaikan iklim investasi, kebijakan yang konsisten hingga kepastian dan kemudahan berusaha.

Sektor – sektor yang berpotensi terdampak relokasi ini mencakup manufaktur dan berbagai industri yang sebelumnya berbasis di Tiongkok.

Perusahaan akan mencari lokasi dengan biaya produksi yang lebih kompetitif untuk menghindari tarif tinggi yang dikenakan Amerika Serikat.

Chatib menekankan pentingnya reformasi birokrasi melalui digitalisasi atau GovTech guna mempercepat proses administrasi dan meningkatkan daya tarik investasi Indonesia.

Dia menilai, percepatan digitalisasi dalam sistem pemerintahan dapat membantu memperbaiki iklim investasi dan memastikan Indonesia benar – benar meraup manfaat dari pergeseran rantai pasok global ini. I

Kirim Komentar