Upaya Empat Dekade Tiga Negara Pantai Tingkatkan Keselamatan Pelayaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim Selat Malaka serta Selat Singapura

Setelah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Pertemuan Co-operation Forum (CF) on the Safety of Navigation and Marine Environment in the Straits of Malacca and Singapore ke-15, Indonesia menjadi tuan rumah Pertemuan Tripartite Technical Experts Group (TTEG) Meeting on the Safety of Navigation in the Straits of Malacca and Singapore, yang diselenggarakan di Hotel Merusaka Nusa Dua, Bali.

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari tiga negara Pantai, Indonesia, Malaysia dan Singapura, International Maritime Organization (IMO), Aero Asahi Corporation, INTERTANKO, Malacca Strait Council (MSC), Nautical Institute (NI), Singapore Shipping Association (SSA), The Nippon Foundation, The World Shipping Council (WSC), International Tanker Owners Pollution Federation (IOTPF), The Global Initiative for Southeast Asia (GISEA), dan Spartan Maritime (M) Sdn Bhd.

Selain itu, hadir pula perwakilan stakeholder Indonesia, antara lain dari PT Pelindo (Persero), Indonesia National Shipowners Association (INSA), Indonesian Maritime Pilots Association (INAMPA), PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA), dan Women in Maritime Indonesia (WIMA INA).

Adapun delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Kenavigasian Capt. Budi Mantoro selaku Head of Delegation.

Delegasi Malaysia dipimpin oleh Director Maritime Operation Division, Malaysia Marine Department (MMD) Arumugam A/L V.Subramaniam dan Delegasi Singapura dipimpin oleh Senior Advisor/Chief Marine Officer MPA Singapore Capt. M. Segar.

Ditunjuk sebagai Chair adalah Kepala Kantor Distrik Navigasi Tanjung Priok Capt. Mugen Suprihatin Sartoto.

Dalam sambutannya, Budi menekankan kembali pentingnya Selat Malaka dan Selat Singapura bagi pelayaran internasional sehingga pada tahun 1975, Indonesia, Malaysia dan Singapura membentuk forum TTEG sebagai salah satu wujud komitmen ketiga negara Pantai tersebut dalam menjamin keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim, serta untuk memfasilitasi pergerakan lalu lintas kapal di kedua Selat tersebut.

Budi menyampaikan rasa bangganya, bahwa sejak terbentuknya TTEG, ketiga negara Pantai telah bekerja sama dengan baik menghasilkan berbagai inisiatif, seperti aturan bagi pergerakan kapal di kedua Selat, Sistem Rute kapal yang tergabung dengan Skema Pemisahan Lalu Lintas/Traffic Separation Scheme (TSS), dan juga Sistem pelaporan kapal wajib/mandatory ship reporting system (STRAITREP).

“Inisiatif – inisiatif kunci tersebut sekarang ini telah diimplementasikan lebih lanjut di Selat Malaka dan Selat Singapura serta mendapatkan pengakuan dari komunitas pelayaran global,” jelasnya.

Menurut Budi, pada pertemuan TTEG ini, Indonesia turut serta secara aktif membahas dan memberi masukan terkait keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan agenda lain yang dibahas dalam pertemuan tersebut.

Indonesia memberikan beberapa masukan antara lain tentang hasil studi untuk revitalisasi Data Center Marine Electronic Highway (MEH) yang telah diselesaikan pada tahun 2023.

Adapun pekerjaan revitalisasi akan dimulai pada Kuartal I/2025.

“Selain itu, kami juga menyampaikan bahwa terdapat tantangan terkait dengan peralatan yang sudah ketinggalan zaman mengingat MEH Data Centre didirikan pada tahun 2012,” jelas Budi.

Selain itu, dia menambahkan, Indonesia juga manyampaikan laporan penyelenggaraan Pertemuan Aids to Navigation Fund Committee ke-29 dan 30, laporan penyelenggaraan pertemuan Co-operation Forum ke-15, dan juga menjadi Chair pada Working Group yang membahas Inisiatif Baru tentang Sistem Rute dan Pelaporan Kapal di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Lebih lanjut, Budi menambahkan, bahwa selepas pertemuan TTEG, pada hari yang sama seluruh delegasi melanjutkan dengan mengikuti Pertemuan The 15th Meeting of the Project Coordination Committee Meeting (PCC) under the Co-operative Mechanism on the Straits of Malacca and Singapore.

“Pertemuan PCC ini dilaksanakan untuk melaporkan update dan mengkoordinasikan implementasi berbagai kegiatan proyek yang dilaksanakan dalam kerangka Co-operative Mechanism,” ungkapnya.

Pada pertemuan ini, lanjutnya, Indonesia melaporkan Straits Project 5, yakni tentang kegiatan penggantian dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Malaysia akan melaporkan Straits Project 11 tentang Pengembangan Pedoman untuk Tempat Pengungsian bagi Kapal yang Membutuhkan Bantuan di Selat Malaka dan Singapura, serta Straits Project 15 tentang Memastikan Keselamatan Maritim: Mitigasi Kecelakan Kapal Kontainer di Area Kritis di Selat Malaka dan Selat Singapura melalui Langkah – Langkah Efektif dan Kesiapsiagaan.

Selain itu, Singapura memberikan laporan tentang Straits Project 14, yakni tentang Pengembangan Standar Operasi Prosedur (SOP) untuk penggunaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Virtual di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Budi mengatakan, proyek – proyek ini menunjukkan komitmen yang kuat dan kolaborasi yang luar biasa antara tiga negara Pantai dan stakeholder terkait dalam menjaga keselamatan navigasi pelayaran dan melindungi lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura.

“Pada kesempatan ini, saya tekankan kembali komitmen dan tekad Indonesia dalam meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, termasuk dalam mengembangkan proyek-proyek yang telah diinisiasi dalam forum ini,” tuturnya.

Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak yang terlibat untuk memberikan masukan yang berharga dan bersungguh – sungguh dalam menyukseskan proyek-proyek yang ada. I

Kirim Komentar