Indonesia terus melakukan konsolidasi langkah untuk menjaga posisi kayu manis nasional di pasar global.
Sebagai salah satu produsen dan pengekspor kayu manis terbesar dunia, Indonesia berkepentingan memastikan standar internasional yang disusun di forum Codex mampu mengakomodasi karakteristik komoditas nasional dan mendukung kelancaran perdagangan lintas negara.
Produksi kayu manis nasional menunjukkan fondasi yang kuat untuk menopang peran tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kayu manis Indonesia pada tahun 2022 mencapai 60.018 ton.
Dari sisi perdagangan, kinerja ekspor juga terus terjaga. Sepanjang tahun 2024, ekspor kayu manis Indonesia tercatat 28.841 ton dengan nilai US$112 juta.
Sementara itu, ekspor di tahun 2025 hingga Oktober, realisasinya telah mencapai 21.274 ton atau senilai US$80,8 juta.
Upaya penguatan posisi tersebut diarahkan pada pengawalan pembahasan Draf Standard for Spices in the Form of Dried Barks – Requirements for Cinnamon yang dibahas dalam Sidang Codex Committee on Spices and Culinary Herbs (CCSCH) ke-8.
Indonesia mendorong pendekatan standar yang bersifat umum dan inklusif agar kayu manis dari berbagai spesies tetap diakui secara setara, sehingga tidak menimbulkan hambatan teknis yang berpotensi melemahkan daya saing ekspor.
Sebagai tindak lanjut pembahasan di tingkat internasional, Badan Pangan Nasional (Bapanas) selaku Mirror Committee (MC) CCSCH melakukan kunjungan lapangan dan pertemuan koordinasi bersama pemangku kepentingan di Temanggung, Jawa Tengah.
Forum ini mempertemukan perwakilan kementerian dan lembaga, akademisi, peneliti, pemerintah daerah, serta pelaku usaha untuk menyatukan posisi nasional dalam menghadapi dinamika perumusan standar kayu manis global.
Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas Yusra Egayanti menegaskan bahwa pengawalan standar Codex memiliki dampak langsung terhadap keberterimaan produk Indonesia di pasar internasional.
Menurutnya, standar yang dirumuskan di Codex akan menjadi rujukan global bagi perdagangan pangan.
“Indonesia harus aktif memperjuangkan kepentingan nasional agar kayu manis yang dihasilkan petani dan pelaku usaha dalam negeri tetap dapat menembus pasar internasional tanpa hambatan yang tidak perlu,” jelas Yusra.
Indonesia dikenal sebagai penghasil kayu manis dengan spesies utama Cinnamomum Burmannii, yang selama ini mendominasi pasokan global.
Dalam proses pembahasan standar Codex, muncul usulan dari sejumlah negara untuk memisahkan pengaturan berdasarkan spesies tertentu.
Yusra menambahkan, Indonesia berpandangan bahwa standar kayu manis seharusnya disusun secara umum dan mencakup berbagai spesies sebagaimana tercantum dalam project document CCSCH.
Pendekatan ini dinilai lebih mencerminkan realitas produksi dan perdagangan kayu manis dunia.
Dilakukan kunjungan lapangan ke Desa Getas, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah sebagai bagian dari penguatan pemahaman teknis peserta terhadap praktik produksi di lapangan.
Tim melihat langsung kondisi tanaman kayu manis di tingkat hulu, mulai dari karakter tanaman, pola tanam hingga keterkaitannya dengan sistem agroforestri kopi.
Di Desa Getas, terdapat tanaman kayu manis seluas 50 hektare yang tumbuh sebagai tanaman kanopi pada kebun kopi masyarakat.
Pola tanam ini mendukung produktivitas kopi, sekaligus memberi nilai tambah ekonomi bagi petani.
Selain itu, pola tanam tersebut dinilai relevan dengan pembahasan standar Codex, terutama yang berkaitan dengan asal bahan baku, praktik budidaya dan aspek mutu, serta keamanan pangan.
Data dan temuan lapangan ini menjadi dasar penting dalam merumuskan posisi Indonesia pada forum CCSCH.
Selanjutnya, pembahasan difokuskan pada penyampaian hasil Sidang CCSCH ke-8 dan pembentukan kelompok kerja nasional untuk menyiapkan langkah teknis lanjutan dalam perumusan standar kayu manis di forum Codex.
Pakar Teknologi Pangan dari IPB University Prof. Purwiyatno Hariyadi menilai bahwa perjuangan Indonesia dalam forum standardisasi internasional harus didukung argumentasi ilmiah yang kuat.
Dia menekankan bahwa seluruh spesies kayu manis berada dalam satu genus yang sama dan memiliki fungsi, serta karakteristik yang setara dalam konteks konsumsi dan perdagangan global.
“Pendekatan standar sebaiknya berbasis pada aspek mutu dan keamanan, bukan pada pemisahan spesies yang berpotensi menimbulkan diskriminasi,” kata Purwiyatno.
Dari sisi kebijakan hulu, peningkatan produksi nasional dipandang sebagai faktor kunci dalam memperkuat ekspor rempah Indonesia.
Menteri Pertanian/Kepala Bapanas Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa peningkatan produksi pertanian harus diarahkan untuk memperluas pasar.
“Kalau produksinya meningkat, ekspor juga harus naik. Itu kuncinya agar pertanian memberi dampak ekonomi yang lebih besar,” ujarnya.
Melalui konsolidasi lintas sektor ini, Bapanas menegaskan komitmennya dalam mengoordinasikan posisi nasional terkait standar keamanan dan mutu pangan internasional.
Langkah tersebut diharapkan mampu memperkuat daya saing kayu manis Indonesia, sekaligus memastikan keberlanjutan perannya sebagai salah satu pemasok utama rempah dunia. I
