Pemerintah berkomitmen untuk terus memacu pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan konektivitas yang selama ini menjadi penyebab tingginya biaya operasional di sektor logistik.
Hal ini dibuktikan dengan data World Bank, yang menyebut biaya logistik di Indonesia mencapai 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari rata – rata negara Asean lainnya sekitar 14%.
Oleh karena itu, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mendukung penuh rencana InJourney Aviation Services (IAS) mengembangkan kawasan Aerotropolis, yang mengintegrasikan bandar udara dengan kawasan di sekitarnya, termasuk industri, hunian, pergudangan, tempat pertemuan, dan usaha ritel.
“Sejatinya pemerintah mendukung inisiasi IAS ini, karena harapannya ekosistem tersebut ikut mendorong dan menggerakkan berbagai sektor industri, khususnya industri kargo dan logistik,” katanya saat menerima kunjungan perwakilan IAS di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, baru – baru ini.
Wamenperin Faisol menjelaskan, kehadiran kawasan aerotropolis memungkinkan bertumbuhnya klaster bisnis baru yang menjanjikan dan memiliki multiplier effect perekonomian yang luas, seiring dengan mudahnya konektivitas barang, serta manusia.
Dari sisi investasi, lanjutnya, kawasan aerotropolis memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, diuntungkan dari segi sarana transportasi yang sudah tersedia dan terintegrasi dengan jalan yang sudah memadai.
Selain itu, Wamenperin Faisol menambahkan, ada dukungan infrastruktur, baik untuk memenuhi kebutuhan air maupun listrik yang memang sudah bagus.
“Keunggulan itu harus disebutkan dalam rencana pengembangan kawasannya, karena nggak banyak yang punya seperti ini,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama IAS Dendi Tegar Danianto menyatakan, pihaknya sebagai mitra pemerintah telah mengantongi pengalaman panjang selama lima tahun terakhir di industri logistik dan terminal kargo.
Saat ini, terdapat sembilan major air cargo hub dan 39 terminal kargo yang dikelola IAS di seluruh Indonesia, guna memenuhi kebutuhan distribusi industri, baik skala domestik, ekspor maupun impor
“Kalau dibandingkan dengan land dan sea, memang air cargo cenderung lebih mahal, tapi untuk beberapa industri yang fokus pada time sensitive atau membutuhkan kecepatan, kami bisa masuk. Harga juga cukup kompetitif dibandingkan negara – negara lain,” tutur Dendi.
Guna mengoptimalkan keberadaan air cargo hub ini, lanjutnya, IAS berencana membangun kawasan aerotropolis seluas 80 hektare di Bandara Internasional Yogyakarta.
Di atas kawasan tersebut, akan berdiri hunian, perkantoran, pusat olahraga, rumah sakit, usaha ritel, pergudangan, hotel, dan lokasi pameran.
“Nanti gudang ini akan dekat dan memiliki akses khusus ke bandara, dekat dengan pusat MICE untuk pameran, jadi akan menjadi one single area untuk meningkatkan perekonomian di Kulon Progo,” tutur Hendi.
Diketahui, pasar logistik global diperkirakan mencapai US$12,68 triliun pada tahun 2025.
Tren positif ini mengikuti pertumbuhan e-commerce yang diprediksi sebesar US$7,4 triliun pada tahun 2025, sehingga membutuhkan inovasi di sektor logistik yang lebih efisien.
Pertemuan Wamenperin Faisol dan perwakilan IAS didampingi oleh Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri Kemenperin Bambang Riznanto, serta Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional Kemenperin Syahroni Ahmad.
Sementara itu, hadir pula Direktur Utama IASS M. Putra Patriadi, Direktur Utama Gapura Troficiendy Suroso, Direktur AP Support Bambang Arsanto, Direktur Utama IASH Yundriati Erdani, SEGH Business Technology dan Teknology Muchdian Muchlis, SEGH Cargo Logistic Wynand Renee Van Joost, Corporate Secretary GH IAS Agus Rosadi, Stakeholder Relation IAS Eka Aryani. B