Pemerintah Indonesia dan otoritas Taiwan tengah mengkaji biaya penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) guna menindaklanjuti pertemuan virtual antara Menteri Ketenagakerjaan RI dengan kepala Taipei Economic and Traffic Office (TETO) pada 18 Maret lalu.
“Pertemuan ini untuk mengevaluasi perekrutan, penempatan dan pelindungan bagi PMI,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi secara virtual, Kamis (8/4).
Anwar mengatakan, sesuai dengan Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, terdapat perubahan dalam tata kelola penempatan dan pelindungan PMI.
Hal ini untuk memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja migran agar dapat bekerja secara layak dan terlindungi. Pada Pasal 30 UU Nomor 18 Tahun 2017 disebutkan, bahwa setiap PMI tidak boleh dibebankan biaya penempatan.
Pengaturan biaya penempatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI. Pengaturan ini dilakukan untuk menghilangkan praktik overcharge yang selama ini merugikan PMI.
Sementara itu, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebutkan, bahwa komponen pembiayaan nantinya dapat dibebankan bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), pihak pemberi kerja, atau pemerintah.
Komponen pembiayaan tersebut diantaranya yakni; pelatihan, pemeriksaan kesehatan, tes psikologi, paspor dan visa, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), akomodasi tiket, legalisasi Perjanjian Kinerja (PK), jasa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan jasa penempatan agensi di Taiwan, serta jaminan sosial. I