Delegasi Indonesia memperkenalkan inovasi pendanaan kelautan terbaru melalui side event bertajuk Indonesia Coral Reef Bond : The World First Outcome Bond for Marine Protected Area and Its Underlying Strategic Activities, pada acara The Third United Nations Ocean Conference (UNOC) yang berlangsung pada 9 – 13 Juni 2025 di Nice, Prancis,
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, inisiatif ini menjadi langkah konkret menuju target 30% kawasan konservasi laut pada tahun 2045.
Langkah ini juga upaya menjembatani kekurangan pendanaan konservasi sebesar US$100 juta per tahun hingga US$200 juta per tahun.
“Coral Reef Bond merupakan instrumen pendanaan outcome based pertama di dunia untuk konservasi dengan menggunakan sumber pendanaan bukan dari pihak pemerintah (nonsovereign) dan bukan hutang (nondebt), serta principal protection oleh Bank Dunia,” katanya dalam siaran pers KKP.
Instrumen pendanaan ini digunakan untuk mendukung peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi yang diukur menggunakan standar global, yaitu IUCN Green List dengan indikator peningkatan biomassa ikan.
Sementara itu, ada tiga lokasi konservasi prioritas yang menjadi fokus implementasi, yaitu Kawasan Konservasi Nasional Raja Ampat, Kawasan Konservasi Daerah Raja Ampat dan Kawasan Konservasi Daerah Kepulauan Alor.
“Indonesia akan mengelola dana dari forgone coupon untuk memastikan hasil konservasi yang terukur dan berkelanjutan di lokasi tersebut,” ungkap Trenggono.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto, yang turut memberikan sambutan, menyebutkan pengenalan Coral Reef Bond sebagai tonggak penting dalam inovasi keuangan konservasi.
Dia menekankan pentingnya dukungan kebijakan dan regulasi agar inisiatif, seperti ini dapat terus tumbuh dan memberi dampak nyata.
Side event ini juga menghadirkan panelis internasional dari berbagai lembaga, seperti UN, Bank Dunia, GEF, BNP Paribas, dan UNESCO-IOC.
Mereka membahas peluang dan tantangan pembiayaan konservasi, serta strategi menggerakkan pendanaan sektor swasta untuk mendukung kelestarian laut.
Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno yang memfasilitasi jalannya diskusi menegaskan, Coral Reef Bond bisa menjadi model global dalam pendanaan konservasi laut yang berkelanjutan dan terukur.
Pendekatan ini diharapkan dapat direplikasi oleh negara – negara lain di masa depan.
Pelaksanaan Coral Reef Bond melibatkan kerja sama lintas lembaga, antara lain KKP, Bappenas, Kementerian Keuangan, BRIN, Bank Dunia, GEF, BNP Paribas, dan IUCN.
Kolaborasi ini mencerminkan pendekatan multistakeholder untuk mencapai tujuan konservasi yang ambisius.
Side event ini dihadiri sekitar 180 peserta dari berbagai negara dan instansi, baik pemerintah, NGO, perguruan tinggi, dan swasta serta pihak terkait lainnya.
Menteri Trenggono menutup dengan ajakan kepada komunitas global. “Upaya menjaga terumbu karang tidak dapat dibebankan pada satu negara saja. Saya mengundang sektor swasta, filantropi dan masyarakat untuk berinvestasi demi menjaga keberlanjutan ekosistem terumbu karang,” jelasnya. I