Industrialisasi Masih Jadi Andalan selama Satu Tahun Pemerintahan Prabowo – Gibran

Pada tahun pertama pemerintahan Prabowo – Gibran, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam membangun sektor manufaktur Indonesia.

Sebagai pembina sektor yang bertanggung jawab terhadap produksi, Kemenperin telah melakukan langkah – langkah antisipatif melalui kebijakan dan program pemerintah yang memudahkan industri dalam negeri menghadapi tekanan global maupun domestik.

“Selama satu tahun ini, sektor industri menghadapi berbagai tantangan, baik itu dari faktor internal dan eksternal. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kemampuan industrialisasi dalam negeri guna mencapai ketangguhan ekonomi nasional,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita pada konferensi pers 1 Tahun Kinerja Industri Kabinet Merah Putih di Jakarta.

Adapun tantangan yang dihadapi antara lain banjirnya produk impor murah, baik legal maupun ilegal, di pasar domestik.

Selanjutnya, produk dari industri di Kawasan Berikat (KB) yang seharusnya untuk ekspor malah dijual di pasar dalam negeri.

Dinamika global juga turut mengguncang industri nasional. Perang Rusia – Ukraina dan konflik Iran – Israel memicu gangguan rantai pasok, lonjakan harga energi, serta perlambatan ekspor.

Berikutnya, rantai pasok domestik juga terganggu akibat kebijakan kuota dan kenaikan harga gas industri.

Faktor lainnya adalah muncul tekanan terhadap kebijakan perlindungan industri nasional, padahal 80% produk manufaktur Indonesia dipasarkan di dalam negeri, sehingga kebijakan proteksi penting untuk menjaga 19,6 juta tenaga kerja dan keberlanjutan investasi.

“Kami menindaklanjuti arahan Bapak Presiden dengan fokus pada empat hal, yaitu melindungi industri nasional dari tekanan impor, menjaga dan meningkatkan utilisasi produksi, melindungi pekerja serta investasi, serta memperkuat teknologi produksi untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik dan global,” ungkap Menperin.

Melalui strategi tersebut, sektor industri manufaktur Indonesia menunjukkan kinerja positif di tengah dinamika geoekonomi dan geopolitik global.

Menperin menegaskan bahwa sektor ini tetap menjadi tulang punggung perekonomian nasional dengan pertumbuhan yang konsisten dan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Pada Triwulan IV 2024 hingga Triwulan II/2025, sektor Industri Pengolahan Nonmigas (IPNM) tumbuh sebesar 4,94% (YoY) dan memberikan kontribusi 17,24% terhadap PDB nasional. Angka ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur masih menjadi penggerak utama ekonomi nasional,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza menjelaskan bahwa sektor manufaktur tetap berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja nasional.

“Sumbangsih sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 16,92%. Capaian tersebut berhasil menyerap tenaga kerja total sekitar 19 juta orang,” katanya dalam acara acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo – Gibran di JS Luwansa, Jakarta.

Menurut Wamenperin Riza, dengan kontribusi sebesar 16,9%, maka penyerapan tenaga kerjanya itu sekitar 13,5% atau setara dengan 19 juta pekerja.

Tidak hanya itu, investasi dari sektor manufaktur juga tercatat mencapai Rp366,6 triliun, yang turut berkontribusi pada penyerapan tenaga kerjadan dengan investasi sebesar itu, jumlah tenaga kerja yang berpotensi terserap mencapai 16 juta orang hingga 21 juta orang.

Nah, kalau kita juga menghitung potensi investasi yang sedang berjalan sekarang, yakni Rp366,6 triliun, maka kemungkinan penyerapan tenaga kerjanya bisa sekitar 13-15%. Itu kira – kira dari 16 juta hingga 21 juta potensi tenaga kerja yang akan terserap melalui investasi yang sedang berjalan,” jelas Wamenperin Riza.

Pada kesempatan itu, dia menegaskan bahwa kondisi industri manufaktur Indonesia tetap berada di jalur positif, terlihat dari kinerja PMI yang kembali ekspansif atau berada di atas level 50, serta indeks kepercayaan industri yang konsisten di atas 50.

Kinerja ekspor industri manufaktur periode Januari – Agustus 2025 mencapai US$147,95 miliar dari total ekspor nasional sebesar US$185,13 miliar.

“Sampai bulan Agustus, total ekspor industri manufaktur kita itu sekitar US$147,95 miliar dari total ekspor US$185,13 miliar atau setara dengan 79,9%,” tutur Wamenperin Riza.

Sementara itu, dari sisi ekspor, kinerja sektor manufaktur juga menunjukkan daya tahan yang kuat.

Selama periode Oktober 2024 – Agustus 2025, nilai ekspor IPNM mencapai US$202,9 miliar atau 78,75% dari total ekspor nasional sebesar US$257,6 miliar.

“Kontribusi ekspor manufaktur ini menjadi bukti bahwa produk industri Indonesia semakin kompetitif di pasar global,” kata Menperin Agus.

Kepercayaan investor terhadap sektor industri juga tetap tinggi. Realisasi investasi industri manufaktur mencapai Rp568,4 triliun pada periode Oktober 2024 – Juni 2025, atau 40,72% dari total investasi nasional.

Pertumbuhan investasi tersebut turut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hingga Februari 2025, sektor IPNM menyerap 19,55 juta tenaga kerja, atau 13,41% dari total tenaga kerja nasional.

Optimisme pelaku industri tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang pada September 2025 berada di angka 53,02, menunjukkan kondisi ekspansif.

Sementara itu, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur pada periode yang sama juga berada di 50,4.

“Kedua indikator ini menunjukkan keyakinan pelaku usaha terhadap prospek industri yang tetap positif,” ujar Menperin.

Dia menambahkan, rata – rata utilisasi sektor IPNM sepanjang Oktober 2024 – Agustus 2025 mencapai 62%, yang berarti masih terdapat ruang luas untuk ekspansi produksi industri nasional.

“Kami akan terus menjaga stabilitas industri dalam negeri agar kapasitas ini dapat dimanfaatkan secara optimal,” jelasnya.

Beberapa subsektor mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata – rata nasional. Industri Logam Dasar tumbuh paling tinggi, mencapai 12,27%, diikuti Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki (8,13%), serta Industri Makanan dan Minuman (6,18%).

Selain itu, subsektor Barang Logam, Elektronik dan Peralatan Listrik, Industri Kimia dan Farmasi, serta Industri Mesin dan Perlengkapan juga menunjukkan pertumbuhan kuat di kisaran 5% hingga 6%.

“Pertumbuhan di berbagai subsektor ini mencerminkan semakin solidnya struktur industri nasional, baik dari hulu hingga hilir,” ujar Menperin.

Dia juga memaparkan peningkatan signifikan pada nilai tambah manufaktur Indonesia.

Berdasarkan data World Bank dan United Nations Statistics, Manufacturing Value Added (MVA) Indonesia pada tahun 2024 mencapai US$265,07 miliar.

“Pencapaian ini menempatkan Indonesia di peringkat 13 dunia, ke-5 di Asia dan pertama di ASEAN, melampaui Thailand dan Malaysia,” jelasnya.

Dari sisi daya saing global, laporan Institute for Management Development (IMD) tahun 2025 menempatkan Indonesia di posisi ke-40 dari 69 negara dalam World Competitiveness Ranking.

Kinerja terbaik dicatat pada aspek kinerja ekonomi (peringkat ke-24) dan efisiensi bisnis (peringkat ke-26). Namun, masih terdapat tantangan pada aspek infrastruktur (peringkat ke-57).

“Oleh karena itu, pemerintah terus mempercepat pembangunan infrastruktur industri, termasuk energi, logistik, serta pengembangan sumber daya manusia yang produktif dan adaptif,” tegas Agus.

Kemenperin juga berkomitmen menciptakan iklim usaha yang kondusif agar industri nasional semakin berdaya saing.

Menperin menegaskan bahwa pemerintah akan terus menjaga momentum ekspansi industri dengan kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha domestik.

“Kami terus memperkuat instrumen kebijakan, mulai dari perlindungan pasar dalam negeri, penguatan TKDN, peningkatan teknologi produksi, hingga peningkatan kualitas tenaga kerja industri, agar sektor manufaktur Indonesia semakin tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan,” tuturnya. I

 

Kirim Komentar