Kemenkop UKM Dorong Hilirisasi Komoditas Rempah

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki menyatakan bahwa hasil – hasil bumi, seperti perkebunan, pertanian, perikanan dan rempah tidak boleh lagi di ekspor dalam bentuk bahan mentah.

Namun, lanjutnya, kesemua itu harus melalui proses hilirisasi guna mendapatkan nilai tambah ekonomi.

Teten menjelaskan, rempah bisa diolah untuk industri bumbu, selain juga untuk masuk rantai pasok bagian industri farmasi, makanan-minuman dan industri kecantikan.

“Kita harus samakan visi semua pihak untuk merancang bangun desain program mengarah ke hilirisasi rempah,” jelasnya.

Menurut Menkop dan UKM, teknologi untuk melakukan hilirisasi rempah juga tidak sulit, terlebih Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) telah membangun pabrik – pabrik skala kecil dan menengah untuk mengolah sumber daya alam yang ada menjadi produk setengah jadi atau jadi.

Sebagai contoh, dia menyebutkan, nilam Aceh kini telah diolah menjadi minyak atsiri berkualitas tinggi yang memenuhi standar industri.

Minyak nilam Aceh bahkan sudah bisa diekspor langsung ke Paris untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan parfum.

Indonesia, kata dia, saat ini memasok sekitar 80% kebutuhan nilam dunia untuk industri parfum.

Selain nilam, juga sudah ada hilirisasi komoditas cabai yang diolah menjadi pasta. Begitu juga dengan cokelat yang sudah ada pabrik pengolahannya.

“Rempah bisa dikembangkan dan diolah menjadi bumbu untuk masuk ke pasar dunia. Makanan Indonesia masih tertinggal bila dibanding Thailand dan Vietnam. Mereka jauh dikenal masyarakat dunia,” tuturnya.

Teten mengakui bahwa saat ini industri rempah-rempah Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan serius, di antaranya ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur pendukung, permasalahan akses pasar, serta pengelolaan lingkungan yang kurang memperhatikan prinsip keberlanjutan.

“Rantai suplai yang belum terintegrasi dengan baik membuat banyak petani rempah berada dalam situasi ekonomi yang sulit, sedangkan produk kita sering kali belum mencapai potensi nilai yang optimal di pasar global,” ungkapnya. I

Kirim Komentar