PT PLN (Persero) melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan proses transisi energi, salah satunya dengan mengeluarkan 13 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga batu bara dari rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL), dan membatalkan kontrak 1,3 GW PLTU batu bara.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan upaya tersebut dilakukan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menjadi pemimpin dalam mengurangi perubahan iklim.
Dari 13 GW pembangkit listrik batu bara yang telah dikeluarkan dari rancangan penyediaan tenaga listrik, PLN telah mampu mengurangi emisi gas rumah kaca senilai 1,8 miliar ton CO2 selama 25 tahun.
Sementara penghentian kontrak 1,3 GW PLTU batu bara, berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 150 juta ton CO2 selama 25 tahun.
PLN juga merencanakan dan mengembangkan 21 GW pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam The Greenest rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2019-2028.
Darmawan mengatakan, rancangan RUPTL merupakan yang paling hijau dalam sejarah PLN dan Indonesia.
“Ini yang paling hijau dalam sejarah PLN dan juga dalam sejarah Indonesia yaitu 51,6 persen penambahan kapasitasnya berbasis pada EBT,” ujar Darmawan melalui keterangan tertulisnya, Senin (11/9/2023).
Adapun EBT yang akan digunakan dalam rancangan RUPTL ini antara lain hidro, geotermal, matahari hingga ombak hingga angin.
Menurut Darmawan, semua sumber daya yang di Tanah Air yang memiliki potensi besar untuk pembangkit listrik akan digunakan sebagai energi baru. I