Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah menargetkan untuk menekan angka kemiskinan antara 7% hingga 8% untuk sasaran pembangunan pada tahun 2025.
“Efektivitas kebijakan fiskal dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi, untuk meningkatkan kesejahteraan dilihat dari berbagai target tahun 2025. Yaitu penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 4,5% hingga 5%, angka kemiskinan diperkirakan berada pada rentang 7%-8%,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR Ke-17 pada Senin (20/5/2024).
Menurut Menkeu, Rasio Gini (Indeks) membaik dalam rentang 0,379 – 0382 dan Indeks Modal Manusia ditargetkan pada 0,56, nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan pada range 113 hingga 115 dan 104 hingga 105.
Pada tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 5,1% hingga 5,5%.
Hal tersebut ditopang oleh terkendalinya inflasi, kelanjutan dan perluasan hilirisasi, pengembangan industri kendaraan listrik, digitalisasi, serta agenda perubahan iklim melalui ekonomi dan energi hijau.
“Laju pertumbuhan diharapkan menjadi fondasi kuat untuk lebih tinggi pada tahun yang akan datang,” ujarnya.
Pertimbangan risiko dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, Yield SBN Tenor 10 tahun diperkirakan pada kisaran 6,9% hingga 7,3% nilai tukar Rupiah antara Rp15.300 hingga Rp16.000 per USD, dan inflasi diperkirakan kisaran 1,5% hingga 3,5%.
“Dengan mencermati tensi geopolitik dan berlanjutnya ketegangan global, harga minyak mentah Indonesia diperkirakan pada kisaran US$75 hingga 85 per barel. Lifting minyak pada 580.000 hingga 600.000 dan listing gas mencapai 1.003 hingga 1.047 juta minyak per hari,” jelas Sri Mulyani.
Sebelumnya, angka kemiskinan nasional berdasar data BPS masih 9,36%, padahal target angka kemiskinan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 6,5% – 7,5%.
Untuk mempercepat target angka kemiskinan mendekati 7,5% dan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menginstruksikan kementerian dan lembaga terkai bekerja lebih optimal.
“Program-program yang terbukti bisa mengentaskan kemiskinan, di Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Koperasi dan UKM, atau di tempat-tempat lain perlu dioptimalkan bahkan kalau perlu ditambah anggarannya. Kalau program yang hasilnya tidak jelas, kita geser saja,” kata Ma’ruf saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri tentang Percepatan Pencapaian Target Penurunan Kemiskinan Tahun 2024, Kamis (22/2/2024).
Dia menyoroti masalah pengalokasian anggaran yang tidak tepat sasaran pada beberapa program dan mencontohkan pemberian subsidi seperti subsidi listrik, bahan bakar minyak (BBM), pupuk dan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sebagian tidak dinikmati masyarakat miskin.
“Strategi penganggaran ini harus dikaji ulang, over all, sehingga lebih tepat sasarannya,” tegasnya.
Terkait pemberian bantuan sosial (bansos), Ma’ruf menekankan, mekanisme besaran bansos menyesuaikan tingkat kemahalan daerah untuk dikaji.
“Menurut Menteri Keuangan, anggarannya dapat menyesuaikan. Misalnya bansos di Jawa dan Papua, atau di daerah lain itu dibedakan besarannya sesuai tingkat kemahalannya masing-masing,” tuturnya. I