Otonomi khusus (otsus) di wilayah Papua termasuk Provinsi Papua Barat Daya akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro menyatakan, dibandingkan dengan tempat lain, penerapan otsus di Papua agar bisa mengejar ketertinggalan pembangunan bidang kesehatan, begitu pula di perekonomian dan infrastruktur.
“Tujuan diterapkannya otsus di wilayah Papua termasuk Provinsi Papua Barat Daya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” katanya secara virtual pada Rapat Kerja (Raker) Bupati/Wali Kota se-Provinsi Papua Barat Daya, Rabu (4/1/2023).
Oleh karena itu, Suhajar menambahkan, pihaknya melihat dari kekhususan dari Papua yang ingin dicapai tadi dengan Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia.
Menurutnya, IPM diukur dengan tiga variabel, yaitu pendidikan, kesehatan, dan perekonomian.
Tingkat pendidikan diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka jumlah buta huruf.
Kemudian, tingkat kesehatan diukur dari angka harapan hidup atau umur harapan hidup bayi saat lahir.
“Semakin banyak bayi-bayi yang meninggal saat dilahirkan maka semakin buruk tingkat kesehatan di daerah tersebut, semakin sedikit tidak ada yang meninggal saat dilahirkan, maka pembangunan kesehatan di daerah itu meningkat,” jelas Suhajar.
Namun, dia menambahkan, kelihatannya indikator ini gampang, etapi untuk bisa menyelamatkan bayi saat dilahirkan harus membenahi seluruh infrastruktur kesehatan.
Lebih lanjut Suhajar mengatakan, otsus di Papua juga diperuntukkan bagi kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Bagi daerah yang ingin memperbesar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus memperbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dengan demikian, produksi barang dan jasa dari berbagai pekerjaan masyarakat seperti petani, nelayan dan pengusaha perlu ditingkatkan.
“Semuanya dihitung berapa barang dan jasa yang dihasilkannya, jumlahkan secara tetap itulah jumlah Produk Domestik Regional Bruto, yang dibagi dengan jumlah penduduk menjadi income per kapita PDRB. Baru kita tahu berapa PDRB kita dan berapa ketimpangannya. Gini rasionya dihitung di situ,” jelasnya.
Dia menegaskan, apabila 40% rakyat mendapat PDRB di bawah 15%, maka akan terjadi ketimpangan atau jumlah rakyat miskin terlalu banyak. “Otsus di Papua Barat Daya diprioritaskan untuk pembangunan IPM tersebut.” I