Perkuat Surveilans dan Komitmen Global Guna Perangi Malaria

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perlu penguatan surveilans dan kontribusi komunitas global guna memerangi penyakit – penyakit menular yang paling banyak di dunia, yakni malaria, TBC dan HIV.

“Karena dengan surveilans, kita mengerti siapa yang membawa penyakitnya dan kita bisa mengobatinya, dan paling penting bisa mencegah mereka menyebarkan penyakit tersebut,” katanya dalam acara Peluncuran Peta Jalan Penghapusan Malaria dan Pencegahan Pembentukan Kembali Malaria Periode 2025 2045 yang disiarkan di Jakarta.

Budi menilai, strategi terbaik untuk menyelesaikan malaria adalah dengan mencegahnya, sehingga Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyediakan berbagai fasilitas untuk surveilans yang baik sebagai pencegahan malaria.

Adapun upaya-upayanya, lanjutnya, seperti membekali dengan fasilitas-fasilitas berupa tes cepat, mikroskop dan melatih para tenaga kesehatan untuk mendeteksi penyakit secara lebih akurat.

“Untuk alat yang lebih canggih, juga dilengkapi dengan laboratorium PCR. Alatnya sudah ada, tinggal kita disiplin untuk melakukan checking,” ujar Budi.

Strategi kedua adalah mempercepat pengembangan vaksin malaria untuk Indonesia.

Dia menjelaskan, berbeda dengan Covid-19 yang vaksinnya selesai dalam 22 bulan, tetapi 22 tahun berlalu vaksin malaria tidak jadi – jadi, karena malaria dianggap penyakit negara miskin, sehingga kurangnya dana menjadi masalah.

Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia ikut dalam sejumlah mekanisme pembiayaan global, seperti Global Fund dan Gavi guna mempercepat penyelesaian penyakit – penyakit menular tersebut di Indonesia.

Adapun strategi ketiga, Menkes menegaskan adalah penyediaan obat malaria. “”Begitu orangnya kena, obatnya ada. Karena kalau tidak diobati, biasanya kan panasnya menggigil, itu menyerang otak dan penderita bisa meninggal,” tegasnya.

Dia juga mengingatkan bahwa kedisiplinan dalam minum obat juga perlu dibangun, untuk menghindari risiko resistensi terhadap obat. “Obat itu perlu diminum sesuai aturan dan harus selesai.”

Baca Juga:  KEMENPAREKRAF EDUKASI PESERTA IWTCF 2022 TERKAIT MANFAAT MINYAK ATSIRI

Menurut Menkes Budi, malaria dan tuberkulosis adalah sindrom negara miskin, yang penyelesaiannya kadang diabaikan, berbeda dengan Covid-19, yang penyelesaiannya cepat, karena terjadi di seluruh negara.

Oleh karena itu, butuh komitmen lebih intensif dari para pemimpin dunia, terutama para pemimpin negara berkembang, untuk memperhatikan isu ini, karena lebih banyak orang meninggal dibandingkan dengan perang biasa.

Dia berharap Special Advisor Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA), sekaligus Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dapat membantu menggalang komitmen global tersebut.

Kemenkes, dia menambahkan, tidak dapat menjalankannya sendiri. Selain itu, pemberantasan malaria harus dibuat menjadi sebuah gerakan, bukan hanya program, agar semua orang merasa bangga dalam kontribusinya melawan malaria. I

 

Kirim Komentar