Revisi UU Pengelolaan Zakat Jadi Momentum Perbaikan Tata Kelola Nasional

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak sebagian besar permohonan uji materi terhadap Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Putusan yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK itu menegaskan kedudukan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebagai lembaga utama pengelola zakat di Indonesia.

Putusan ini tercantum dalam perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025 dan 97/PUU-XXII/2024.

Pemohon menilai definisi Baznas dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2011 menjadikan lembaga tersebut sebagai superbody, karena berfungsi ganda sebagai regulator sekaligus operator.

Namun, MK berpendapat penggunaan istilah Baznas, alih – alih Badan Pengelola Zakat (BPZ), seperti dalam naskah akademik, tidak serta merta membuat undang – undang itu bertentangan dengan konstitusi.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, dalil pemohon tidak beralasan karena naskah akademik hanyalah acuan, bukan penentu sah tidaknya suatu undang – undang.

“Naskah akademik memang menjadi acuan penyusunan undang – undang, tetapi perubahan di luar naskah akademik tidak otomatis membuat undang – undang inkonstitusional,” ujarnya.

Menurut MK, perubahan nomenklatur Baznas menjadi BPZ berimplikasi luas pada struktur kelembagaan dan norma hukum.

DPR telah memasukkan revisi Undang – Undang 23/2011 dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 – 2029, sehingga aspirasi publik dapat disalurkan melalui jalur legislasi.

MK juga menekankan perlunya percepatan revisi Undang – Undang Pengelolaan Zakat. “Pembentuk undang – undang perlu melakukan revisi Undang – Undang Nomor 23/2011 paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” tutur Arief.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Abu Rokhmad menghormati putusan MK.

“Kami menghargai kearifan dan pertimbangan mendalam yang dilakukan para Hakim Konstitusi. Putusan ini adalah momentum penting untuk mengevaluasi dan memperkuat sistem pengelolaan zakat nasional ke arah yang lebih baik, lebih transparan, dan lebih akuntabel,” jelasnya.

Abu Rokhmad menekankan perlunya kolaborasi antara Baznas, Lembaga Amil Zakat (LAZ), ormas Islam, ulama dan masyarakat.

“Perbedaan pendapat dalam ruang hukum sudah selesai. Kini saatnya bersinergi untuk melaksanakan amanah putusan ini demi kemaslahatan umat,” ungkapnya.

Dia menambahkan, Kementerian Agama akan menelaah secara komprehensif pertimbangan hukum dan amar putusan MK sebagai dasar penyusunan langkah strategis, termasuk mendorong revisi Undang – Undang Pengelolaan Zakat agar lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman.

“Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang menjadi pilar kesejahteraan umat. Momentum ini harus kita jadikan batu loncatan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan menjadikan sistem zakat Indonesia sebagai contoh bagi dunia,” tegasnya.

Menurut Abu Rokhmad, putusan MK membuka ruang refleksi untuk memperbaiki tata kelola zakat nasional dan tantangan utama ke depan adalah memastikan distribusi zakat lebih efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan sosial.

“Komitmen kita semua pada pokoknya sama, yaitu mengoptimalkan pengelolaan zakat untuk kemaslahatan umat dan penanggulangan kemiskinan. Putusan MK ini kami pandang sebagai koreksi konstruktif, sekaligus momentum penting untuk memperkuat tata kelola zakat nasional,” tuturnya. I

 

Kirim Komentar