Kementerian Kelautan Mdan Perikanan (KKP) memperkuat budidaya rajungan di tengah tingginya permintaan ekspor, guna mencegah eksploitasi alam berlebihan melalui restocking dan mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam kegiatan budidaya berkelanjutan.
Menurut kata Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Tb Haeru Rahayu, minat terhadap rajungan di pasar ekspor, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang dan Uni Eropa, serta terus meningkat.
Dia menambahkan, pada tahun 2024, rajungan dan kepiting tercatat sebagai komoditas ekspor utama Indonesia keempat setelah udang, tuna – cakalang dan cumi – sotong – gurita, dengan nilai mencapai US$513,35 juta.
“Budidaya rajungan adalah langkah strategis agar ekosistem rajungan tetap terjaga, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian bagi masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” katanya.
Tb Haeru menjelaskan, salah satu upaya KKP yakni melalui kerja sama dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara milik KKP selama setahun terakhir telah melakukan kolaborasi pendampingan teknis terkait teknologi pembenihan rajungan dengan APRI.
Selama periode tersebut, APRI bersama BBPBAP Jepara berhasil melewati tahap kritis dalam pembenihan, yakni dari Fase Zoea menjadi megalopa dengan penanganan maksimal dari sisi kualitas air, pakan, dan nutrisi.
Setelah menjadi crablet, rajungan memasuki tahap grading untuk memastikan tingkat keberhasilan benihnya.
BBPBAP Jepara telah berhasil melakukan pembenihan rajungan hingga menghasilkan crablet mulai tahun 2004.
Sejak tahun 2016, BBPBAP telah memproduksi sekitar 3,5 juta ekor crablet yang didistribusikan kepada kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, Cilacap, Brebes, Pekalongan, dan Semarang.
“Target dari kolaborasi ini adalah agar unit hatchery milik APRI dapat menghasilkan crablet rajungan secara rutin dan berkelanjutan,” jelas Kepala BBPBAP Jepara Supito.
Sementara itu, Board of Director (BOD) APRI Wita Setioko mengatakan, kolaborasi itu menghasilkan sekitar 250.000 ekor crablet yang telah di restocking di Perairan Situbondo.
“Budidaya rajungan dengan pengembangan teknologi pembenihannya menjadi peluang menjanjikan untuk keberlanjutan menuju ekonomi biru,” ungkapnya. I